PENGANTAR FILSAFAT ILMU
The Liang Gie
BAB I
SUMBER FILSAFAT ILMU
Pada zaman Yunani kuno, filsafat dan ilmu berhubungan menjadi satu kesatuan yang utuh. Keduanya merupakan pengertian dari episteme yang sekata dengan kata philosopia.
Menurut Aristoteles, episteme merupakan suatu kumpulan yang teratur dari pengetahuan rasional dengan objeknya sendiri yang tepat . Menurutnya juga, episteme dibedakan menjadi tiga bagian:
1. pengetahuan praktis
2. pengetahuan produktif
3. pengetahuan teoretis
pengetahuan teoretis dibedakan lagi menjadi tiga kelompok:
1) pengetahuan matematika
2) pengetahuan fisika
3) filsafat pertama
Filsafat pertama menelaah peradaan yang abadi, tidak berubah, dan terpisah dari materi. Menurut Aristoteles, filsafat pertama merupakan ilmu tentang asas-asas yang pertama . Menurutnya juga, ilmu merupakan filsafat pertama. Oleh karena dalam pembagian dan uraian Aristoteles Filsafat Pertama berada setelah fisika, maka disebut juga dengan metafisika yang secara harfiah berarti ”sesudah fisika”. Selain sebagai filsuf, Aristoteles juga merupakan seorang ilmuwan yang mempelajari ilmu lain seperti biologi, psikologi dan politik.
Pada masanya, ketiga cabang pengetahuan teoretis tersebut, telah cukup berkembang dengan baik. Masih ada satu bidang pengetahuan yang dipelopori olehnya, yaitu pengetahuan penalaran yang ditulis olehnya dalam enam naskah yang berjudul:
1. categories
2. on Interpretation
3. prior analitycs
4. posterior analitycs
5. topics
6. sophistical refutations.
Seorang pemikir pertama yang mengkaji bidang tersebut sebelum Aristoteles adalah Thales yang diakui sebagai the Father of Philosophia (Bapak Filsafat).
Sebagian kalangan juga mengakui bahwa Thales sebagai ilmuwan pertama di dunia serta sebagai Tujuh Orang Arif Yunani (Seven Wise Men of Greece).
Dalam pemikirannya, Thales mengembangkan apa yang di sebut dengan Filsafat Kosmologi yang membahas tentang asal mula tata surya. Menurutnya, semua bahan alam raya ini berasal dari air.
Pada tahap berikutnya munculah Phytagoras sebagai tokoh pemikir dan matematikawan yang mengemukakan sebuah ajaran metafisika bahwa bilangan merupakan hakikat dari semua benda serta dasar pokok-pokok sifat benda . Menurutnya, matematika merupakan sarana dalam memahami filsafat. Pendapatnya ini dikukuhkan oleh Plato.
Menurut Plato, geometri sebagai pengetahuan rasional berdasarkan akal murni menjadi kunci ke arah pengetahuan dan kebenaran filsafat serta bagi pemahaman mengenai sifat dasar dari kenyataan yang terakhir (the nature of ultimate reality).
Pada awal abad ke III, Alexander Aprhodisias menamakan pengetahuan yang termuat dalam enam naskah ciptaan Plato itu dengan logika.
FISAFAT
Dari perkembangan filsafat dan ilmu yang telah di uraikan di atas ternyata sejak zaman Yunani Kuno sesungguhnya bukanlah dua bidang tersebut, melainkan ditambah dengan dengan matematika dan logika. Masing-masing memiliki pengetahuan tersendiri dan menempuh arah pertumbuhan yang berbeda.
Pada zaman Romawi Kuno, filsuf memiliki objek study yang sama, yakni mencari keselarasan antara manusia dengan alam sekitar. Dalam abad pertengahan, filsfat dianggap sebagai pengetahuan paling tinggi. Kebenaran wahyu tidak bisa ditentang oleh filsafat. Karena filsafat merupakan sarana dalam menemukan kebenaran tertinggi.
Dalam abad selanjutnya, filsafat berkembang melalui dua jalur. Pertama, filsfat aalm. Kedua, filsafat moral. Perkembangan filsafat berkembang terus dengan berbagai ilmu baru. Setelah abad XX ini filsafat dibedakan menjadi filsafat kritis yang menganalisis masalah, dan filsafat spekulatif yang merupakana nama lain dari filsafat metafisika.
ILMU
Pada zaman Yunani Kuno, pengetahuan (episteme) mencakup filsafat dan lmu. Tidak terdapat perbedaan tegas antara keduanya. Tetapi pada zaman Renaissance (abad XIV) sampai abad ke XVI terjadi perkembangan baru. Jadi sejak abad ke XVII, telah ada filsafat alam yang kemudian dikenal dengan ilmu alam saja. Cabang ilmu lainnya dari filsafat tercakup dalam pengertian ilmu modern. James Conant mengatakan bahwa ilmu modern mencapai tahap berjalan dan berbicara pada tahun 1700 dan mulai memasuki taraf kedewasaan pada tahun 1780.
Seterusnya, menurut perkembangan Henry Aiken, dalam abd XX filsafat melahirkan ilmu-ilmu yang tampaknya berbasis Logika Formal, Linguistik, dan Teori Tanda. Dalam abad pertengahan pula kita saksikan lahirnya serangkaian ilmu modern yang menggabungkan beberapa ilmu pengetahuan.
Jadi dalam zaman modern ini, telah berkembang kebutuhan untuk memisahkan kelompok ilmu-ilmu berdasarkan kelompoknya.
MATEMATIKA
Matematika sejak semula menjadi pendorong bagi filsafat. J.B. Burnet menyatakan bahwa perkembangan filsafat Yunani Kuno bergantung pada kemajuan penemuan ilmiah dalam matematika. Sedangkan, Stephen Barker mengemukakan bahwa pada zaman kuno matematika menyajikan bahan makanan yang banyak bagi manusia.
Seorang ilmuwan astronomi terkenal yang berbicara tentang matematika dengan filsafat adalah Galileo Galilei. Ucapannya yang banyak dikutip adalah:
”Filsafat ditulis dalam buku besar ini,jagat raya, yang terus menerus terbentang terbuka bagi pengamatan kita. Tetapi, buku itu tidak dapat dimengerti jika seseorang tidak terlebih dahulu memahami bahasa dan membaca huruf-huruf yang dipakai untuk menyusunnya. Buku itu ditulis dalam bahasa matematika”
Sejak zaman modern hingga abad ke XX, filsafat dan matematika berkembang terus melalui pemikiran tokoh-tokoh filsafat. Misalnya, Descartes, Gottfried Wilhem von Leibniz, Auguste Comte, dll.
LOGIKA
Bidang pengetahuan yang mempelajari segenap asas, aturan, dan tata cara penalaran yang betul adalah Logika. Penalaran adalah proses pemikiran manusia yang berusaha tiba pada pernyataan baru yang merupakan kelanjutan runtut dari pernyataan lain yang telah diketahui.
Walaupun tidak disebutkan sebagai pengetahuan rasional, logika adalah sepenuhnya suatu jenis pengetahuan rasional. Menurut Aristoteles, logika merupakan alat dari suatu ilmu untuk bisa dipelajari. Sampai abad XIX, logika tradisional merupakan satu-satunya pengetahuan tentang penalaran yang betul-betul untuk studi pendidikan.
Namun, pada pertengahan kedua abad XIX, dikembnagkan logika yang kemudian tergolong sebagai logika modern. Pada dewasa ini, logika telah menjadi bidang pengetahuan amat luas yang tidak lagi semata-mata bersifat filsafati, melainkan juga bersifat ilmiah.
Selain itu, logika modern juga diformalkan untuk keperluan penalaran yang betul tidak saja dapat menangani perbincangan-perbincangan yang rumit, melainkan juga untuk penyusunan program komputer dan pengaturan arus listrik yang tidak ada sangkutannya dengan argumen.
BAB II
PENGERTIAN FILSAFAT SEPANJANG ZAMAN
Sebuah pertanyaan yang filosofi, selalu memberikan berbagai jawaban yang beraneka ragam. Kalau misalnya dalam bidang keilmuwan dipertanyakan apakah yang disebut dengan ilmu-ilmu kealaman, jawaban dalam berbagai sumber sepakat bahwa ilmu alam adalah gugusan pengetahuan sistematis yang menelaah gejala-gejala yang bersifat alamiah, seperti fisika, kimia, biologi, dan geologi.
Sebaliknya, persoalan yang menyangkut bidang filsafat tidak ada suatu keseragaman jawaban dalam berbagai sumber. Setiap sumber (filsuf) selalu memberikan jawaban yang berbeda satu sama lainnya. Misalnya, seorang filsuf yang berkeyakinan pada sesuatu aliran filsafati yang berpandangan bahwa dunia akan menyatakan bahwa filsafatadalah suatu pemikiran rasional tentang dunia dalam kehidupan manusia. Sedang dalam aliran yang lain menegaskan bahwa filsafat adalah analisis kebahasaan untuk mencapai kejelasan mengenai makna dari kata-kata dan konsep-konsep.
Demikianlah, pengertian akan filsafat yang selalu berbeda satu sama lainnya.
PENGERTIAN SEMULA
Filsafat berasal dari bahasaYunani, philosophia atau philosophos. Philos atau philein berarti teman atau cinta, dan shopia atau shopos berarti kebijaksanaan, pengetahuan, dan hikmah. Filsafat berarti juga mater scientiarum yang artinya induk dari segalai lmu pengetahuan.
Kata filsafat dalam bahasa Indonesia memiliki padanan kata falsafah (Arab), philosophie (Prancis, Belanda dan Jerman), serta philosophy (Inggris).
Dengan demikian filsafat berarti mencintai hal-hal yang bersifat bijaksana (menjadi kata sifat) bisa berarti teman kebijaksanaan (menjadi kata benda) atau induk dari segala ilmu pengetahuan.
FILSAFAT PHYTAGORAS
Dalam tradisi Yunani Kuno, orang yang pertama kali memperkenalkan filsfat adalah Phytagoras, seorang ahli matematika. Phytagoras menganggap dirinya “philosophos” (pecinta kearifan). Filsafat Phytagoras dan mazhab Phytagoreanisme dipadatkan menjadi sebuah dalil yang berbunyi “Bilangan memerintah jagad raya”.
FILSAFAT ALAM SEMESTA
Menurut aliran ini, yang menjadi dasar perubahan atau membentuk alam semesta ini adalah air, api, tanah dan udara. Filsafat diartikan sebagai suatu penelaahan terhadap alam semesta untuk mengetahui unsur pembentuknya.
FILSAFAT SOCRATES
Socrates banyak mengajarkan kepada khalayak ramai tentang kebajikan dan bahwa kebajikan adalah kebahagiaan. Dalam pemahamannya, filsafat adalah suatu peninjauan diri yang bersifat reflektif atau perenungan terhadap asas-asas dari kehidupan yang adil dan bahagia.
FILSAFAT PLATO
Lato telah mengubah pengertian kearifan yang semula bertalian dengan soal-soal praktis dalam kehidupan menjadi pemahaman inteektual. Dalam makalahnya Republic, Plato menegaskan bahwa para filsuf adalah pencinta kebenaran.
FILSAFAT ARISTOTELES
Menurut pendapatnya, Sophia merupakan kebajiikan intelektual tertinggi, sedang philosopia merupakan padanan kata dari “episteme” dalam arti satu kumpulan teratur pengetahuan rasionla mengenai suatu suatu objek yang sesuai. Aristoteles, menulis tentang apa yang disebutnya dalam perkataan Yunani prote philosophia (artinya filsafat pertama) sebagai bagian dari episteme itu.
ALIRAN FILSAFAT STOICISME
Setelah lahirnya kerajaan Romawi Kuno kemudian berkembang menjadi sebuah aliran yang dinamakan Stoicisme. Bagi para filsuf Stoicis, filsafat adalah suatu pencarian terhadap asas-asas rasional yang mempertalikan alam semesta dan kehidupan manusia dengan kebulatan tunggal.
MARCUS TULLIUS CICERO
Cicero menyebut filsafat sebagai ibu dari semua pengetahuan dan menulis buku De Natura Deorum. Menurutnya filsafat dapat diartikan sebagai pengetahuan kehidupan.
KONSEP ABAD PERTENGHAN
Dalam abad ini,. Filsafat dianggap sebagai sebagai pelayan dari teologi, yakni sebagai suatu sarana untuk menetapkan kebenaran-kebenaran mengenai Tuhan yang dapat dicapai oleh akal manusia.
FRANCIS BACON
Francis Bacon mengemukakan metode induksi yang berdasarkan pengamatan dan percobaan untuk menemukan kebenaran dalam berbagai bidang pengetahuan.
CHRISTIAN von WOLF
Dalam karyanya yang berjudul Preliminary Discourse n Philosophy in General merumuskan filsafat sebagai ilmu tentang hal yang mungkin sejauh dapat ada.
GEORG WILHEMLM FRIEDERICH HEGEL
Hegel mendefinisikan filsafat sebagai penyelidikan hal-hal dengan pemikiran dan perenungan.
HERBERT SPENCER
Herbert menerima filsafat sebagai pengetahuan dari generalitas yang tertinggi derajatnya. Konsepsi itu dapat diperkuat oleh tercakupnya pembahasan mengenai Tuhan, alam dan manusia dalam ruang lignu filsafat.
HENRY SIDGWICK
Ia menyebut filsafat sebagai scientia scientiarum, karena filsafat memeriksa pengertian khusus, asas-asas, metode khas, dan kesimpulan utama dari sesuatu ilmu apapun dengan maksud untuk mengkoordinasikan semuanya dengan hal-hal yang serupa dari ilmu-ilmu lainnya.
DLL.
BAB III
DEFINISI FILSAFAT ILMU DEWASA INI
Beberapa definisi filsafat dari berbagai tokoh dapat dikutipkan sebagai berikut:
a. Robert Ackermann
Filsafat adalah sebuah tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan erbandingan terhadap pendapat-pendapat lampau yang telah dibuktikan dalam kerangka ukuran-ukuran yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu demikian jelasnya bukan suatu ilmu yang bebas dari praktek ilmiah.
b. Lewis White Beck
Filsafat ilmu mempertanyakan dan menilai metode pemikiran ilmiah serta mencoba menetapkan nilai dan pentingnya usaha ilmiah sebagai suatu keseluruhan.
c. A. Cornelius Benjamin
Cabang pengetahuan filsafati yang merupakan telaah sistematis mengenai sifat dasar ilmu, khususnya metode-metodenya, konsep-konsepnya dan praanggapannya, serta letaknya dalam kerangka umum dari cabang pengetahuan intelektual.
d. Michael V. Berry
Penelaahan tentang logika intern dari teori ilmiah, dan hubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode ilmiah.
e. May Brodbeck
Anaisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan, dan penjelasan mengenai landasan-landasan ilmu.
f. Peter Caws
Filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat bagi ilmu apa yang filsfat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia.
g. Alfred Cyril Ewing
Istilah filsafat ilmu diterapkan pada cabang logika yang membahas dalam suatu cara yang dikhususkan metode-metode dari ilmu-ilmu yang berlainan.
h. Antony Flew
Ilmu empiris yang teratur menyajikan hasil yang paling mengesankan dari rasionalitas manusia dan merupakan salah satu dari calon yang diakui terbaik untuk pengetahuan.
Secara garis besarnya, filsafat ilmu merupakan segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu (konsep pangkal, anggapan dasar, asas permulaan, struktur teoritis, ukuran kebenaran ilmiah) maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia.
Filsafat ilmu merupakan suatu bidang pengetahuan campuran yang bereksistensi dan pemekarannya bergantung pada hubungan timbale balik dan saling pengaruh antara filsafat dan ilmu
1) Pembagian ilmu yang dianut secara luas oleh universitas-universitas di AS:
a) Natural sciences
b) Social sciences
c) Humanities
2) Pembagian ilmu dalam Undang-undang PT (UU 1961/22):
a) Ilmu agama
b) Ilmu kebudayaan
c) Ilmu sosial
d) Ilmu eksakta dan teknik
BAB IV
LINGKUPAN FILSAFAT ILMU
Menurut Peter Angeles, filsafat ilmu mempunyai empat bidang konsentrasi utama;
1) Telaah mengenai berbagai konsep, praanggapan, dan metode ilmu, berikut analisis, perluasan, dan penyususnannya untuk memperoleh pengetahuan yang lebih ajeg dan cermat.
2) Telaah dan pembenaran mengenai proses penalaran dalam ilmu berikut struktur perlambangannya.
3) Telaah mengenai saling kaitan di antara berbagai ilmu.
4) Telaah mengenai akibat pengetahuan ilmiah bagi hal-hal yang berkaitan dengan penerapan dan pemahaman manusia terhadap realitas, hubungan logika dan matematika dengan realitas, entitas teoretis, sumber dan keabsahan pengetahuan, serta sifat dasar kemanusiaan.
Sedangakan menurut A.Cornelius Benjamin, filsafat ilmu di bagi ke dalam tiga bidang;
1. Telaah mengenai metode ilmu, lambang ilmiah, dan struktur logis dari sistem perlambang ilmiah. Telah ini banyak menyangkut logika dan teori pengetahuan, dan teori umum tentang ada.
2. Penjelasan mengenai konsep dasar, peranggapan, dan pangkal pendirian ilmu, berikut landasan-landasan empiris, rasional atau pragmatis yang menjadi tempat tumpuannya.
3. Aneka telaah mengenai saling kait di antara berbagai ilmu dan implikasinya bagi suatu teori alam semesta seperti misalnya idealisme, materialisme, monisme, atau pluralisme.
Menurut Marx Wartofsky, rentanan luas dari soal-soal interdisipliner dalam filsafat ilmu meliputi;
1. Perenungan mengenai konsep dasar, struktur formal, dan metodologi ilmu.
2. Persoalan ontologi dan epistemologi yang khas bersifat filsafati dengan pembahasan yang memadukan peralatan analitis dari logika modern dan model konseptual dari pemyelidikan ilmiah.
Untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai filsafat ilmu dewasa ini, berikut dikutipkan rincian lengkap yang dikemukaakn dalam Encyclopedia Britannia, 15 th Edition;
1. sifat dasar dan lingkupan filsafat ilmu dan hubungannya denga cabang-cabang ilmu lain; aneka ragam soal dan metode hampiran terhadap filsafat ilmu.
2. perkembangan historis dari filsafat ilmu;
a. Masa purba dan abad pertengahan.
b. Abad XVII: perbincangan mengenai metodologi ilmiah.
c. Abad XVIII: kaum empiris, rasionalis, dan tafsiran penganut Kant mengenai konsep fisika Newton.
d. Sejak awal abad ke XIX sampai perang dunia I: pengaruh dari keyakinan Kant dalam rasionalitas khas dari perpaduan klasik antra Euclid dan Newton.
e. Perbincangan abad ke XX: tanggapan terhadap relativitas, mekanika kuantum, dan perubahan mendalam lainnya.
3. Unsur usaha ilmiah
a. Unsur empiris, konseptual, dan formal serta tafsiran teoretisnya.
b. Prosedur empiris dari ilmu: pengukuran, perancangan percobaan, struktur formal ilmu, dan perubahan konseptual dan perkembangan ilmu.
4. Gerakan pemikiran ilmiah
a. Penemuan ilmiah
b. Pembuktian keabsahan dan pembenaran dari konsep dan teori baru
c. Penyatuan teori-teori dan konsep-konspe dari ilmu-ilmu yang terpisah.
5. Kedudukan filsafat dari teori ilmiah
a. Kedudukan proposisi ilmiah dan konsep dari entitas.
b. Hubungan antara analisis filsafati dan praktek imiah.
6. Pentingnya pengetahuan ilmiah bagi bidang-bidang lain dari pengalaman dan soal manusia, kepentingan sosial dari ilmu dan sikap ilmiah, keterbatasan usaha ilmiah.
7. Hubungan antara ilmu dengan pengetahuan humaniora, persoalan tentang perbedaan antara metodologi ilmiah dan metodologi humaniora.
Berdasarkan perkembangan filsafat dewasa ini, filsuf pengamat sejarah John Losse menyimpulkan bahwa flsafat ilmu dapat digolongkan mejadi empat konsepsi:
1. Filsafat ilmu yang berusaha menyusun pandangan-pandangan dunia yang sesuai dengan teori ilmiah.
2. Filsafat ilmu yang berusaha memaparkan praanggapan dan kecenderungan para ilmuwan.
3. Filsafat ilmu sebagai suatu cabang pengetahuan yang menganalisis dan menerangkan konsep dan teori dari ilmu.
4. filsafat ilmu sebagai pengetahuan kritis derajat kedua yang menelaah ilmu sebagai sasarannya.
Dalam konsepsi Losee pengetahuan manusia mengenal 3 tingkatan:
Tingkat 0: Fakta-fakta
Tingkat 1: Penjelasan mengenai fakta. Ini dilakukan oleh ilmu
Tingkat 2: Analisis mengenai prosedur dan logika dari penjelasan ilmiah. Ini merupakan kajian filsafat.
BAB V
PROBLEM-PROBLEM DALAM FILSAFAT ILMU
Filsafat sebagai rangkaian aktivitas dari budi manusia pada dasarnya adalah pemikiran yang bersifat reflektif. Pemikiran ini memamntul dalam arti menengok diri sendiri untuk memahami bekerjanya budi itu.
Filsafat sesuatu ilmu khusus merupakan salah satu cabang dalam ruang lingkup filsafat ilmu seumumnya. Pada kelanjutannya, filsafat ilmu merupakan bagian dari filsafat itu sendiri. Dengan demikian, pembahasan filsafat sesuatu ilmu khusus tidak dapat terlepas dari kajiannya dengan persoalan filsafat.
Clarence Irving Lewis, seorang filsuf terkemuka, mengemukakan adanya dua gugus problem, yakni problem reflektif yang membentuk filsafat dari ilmu tersebut dan problem mengenai asas permulaan dan ukuran-ukuran yang berlaku umum bagi semua ilmu.
Gambaran mengenai problem-problem apa saja yang diperbincangkan dalam filsafat ilmu, dikutipkan dalam beberapa pendapat berikut ini:
1. A. Cornelius Benjamin
Filsuf ini menggolongkan problem-problem filsafat ilmu dalam tiga bidang:
a. Meliputi semua persoalan yag bertalian dengan suatu pertimbangan mengenai metode ilmu.
b. Dalam bidang ini, problem kurang terumuskan dengan baik. Dalam suatu makna, banyak darinya merupakan pula persoalan-persoalan metode. Tetapi, secara langsung merupakan lebih kepada pokok soal daripada kepada metode.
c. Terdiri dari aneka ragam kelompok persoalan yang tak mudah terpengaruh oleh sesuatu penggolongan sistematis.
2. Michael Berry
Penuis ini mengemukakan dua problem:
a. Kkuantitas dan rumusan dalam teori-teori ilmiah.
b. Kebenaran dalam teori ilmiah berdaarkan induksi dari sejumlah percobaan yang terbatas.
3. B. Van Fraasseen dan H. Marganeu
Kedua ahli ini merumuskan problem-problem dalam filsafat sebagai berikut:
a. Metodologi
b. Landasan ilmu-ilmu
c. Ontologi
4. David Hull
Filsuf biologi ini mengemukakan persoalan sebagai berikut:
Persoalan menyampingkan yang meliputi jilid-jilid belakangan ini ialah apakah pembagian tradisional yang terpisah seperti geologi, astronomi, dan sosiologi mencerminkan semata-mata perbedaan dalam metodologi.
5. Victor Lenzen
Filsuf ini mengajukan dua problem:
a. Struktur ilmu, yaitu metode dan bentuk pengetahuan ilmiah;
b. Pentingnya ilmu bagi praktek dan pengetahuan tentang realitas.
Rincian aneka ragam persoalan dalm filsafat ilmu dari para filsuf tampak masih agak simpang siur. Problem filsafat seumunya bilamana digolongkan ternyata berkisar pada enam hal pokok, yaitu:
1) Pengetahuan
2) Keberadaan
3) Metode
4) Penyimpulan
5) Moralitas, dan
6) Keindahan
Oleh karena itu, filsafat ilmu yang merupakan suatu bagian dari filsafat seumumnya, problem-problem dalam filsafat ilmu secara sistematis juga dapat digolongkan menjadi enam kelompok sesuai cabang pokok filsafat itu.
1) Problem epistemologi
2) Problem metafisis
3) Problem metodologis
4) Problem logis
5) Problem etis
6) Problem estetis
BAB VI
PENGERTIAN ILMU
Istilah ilmu atau science merupakan suatu perkataan yang cukup bermakna ganda, yaitu mengandung lebih daripada satu arti. Oleh karena itu, dalam mema\kai istilah tersebut kita harus menegaskan arti mana yang dimaksud. Menurut cakupannya yang pertama ilmu merupakan sebuah istilah umum dari pengetahuan ilmiah. Sedangkan cakupan yang kedua adalah menunjuk pada masing-masing bidang pengetahuan ilmiah yang mempelajari sesuatu pokok soal tertentu.
Istilah science juga seringkali dipakai untuk menunjuk gugusan ilmu kealaman. Natural Science inilah yang tampaknya dalam pendidikan di Indonesia diterjemahkan menjadi IPA.
Dari segi makna, ilmu menunjuk pada tiga hal, yakni pengetahuan, aktivitas, dan metode. Dalam hal pengetahuan, ilmu senantiasa berarti pengetahuan yang sistematis. Pengertian ilmu sebagai pengetahuan ini juga sesuai dengan asal usul istilah Inggris science yang berasal dari scientia yang diturunkan dari kata scire yang berarti belajar (to learn).
Menurut Prof. Harold H. Titusbanyak orang yang mempergunakan istilah ilmu untuk menyebut salah satu metode guna memperoleh pengetahuan yang objektif dan dapat diperiksa kebenarannya.
Demikianlah makna ganda dari ilmu. Tetapi, pengertian ilmu sebagai pengetahuan, aktivitas atau metode itu bila ditinjau lebih mendalam sesungguhnya tidak saling bertentangan bahkan sebaiknya, ketiga hal itu saling mendukung satu sama lainnya.
Dalam literatur keilmuwan dan penelitian terdapat pendpat yang mengikuti pembedaan James Conant mengenai ide dynamic view dan static vie of science. Pemahaman yang tertib tentang ilmu dan dengan demikian juga diharapkan menjadi lebih jelas ialah pemaparan menurut tiga ciri pokok sebagai rangkaian kegiatan manusia. Ketiga pengertian ilmu itu saling bertautan logis dan berpangkal pada satu kenyataan yang sama bahwa ilmu hanya terdapat dalam masyarakat manusia.
BAB VII
ILMU SEBAGAI AKTIVITAS PENELITIAN
Menurut perumusan Warren Hargstorm, scientist adalah seorang berpengetahuan ilmiah-seorang yang menambah terhadap apa yang diketahui dalam ilmu-ilmu dengan menulis karangan-karangan atau buku-buku.
Hargstorm memberikan penjelasan selanjutnya mengenai cakupan scientist itu sebagai berikut: ”Kata ilmuwan diperkenalkan ke dalam bahsa Inggris sekitar tahu 1840 untuk membedakan mereka yang mencari keajegan dalam alam dengan para filsuf, kaum terpelajar, dan cendekiawan dalam suatu makna yang lebih umum (Ross 1962). Ahli matematika dan logika bisaanya dianggap sebagai ilmuwan walaupun matematika berhenti dianggap sebagai suatu ilmu empirik pada 1890-1910, dan kini rubrik itu juga mencakup para ahli khusus dalam ilmu sosial hampir tanpa pembatasan.
Ilmu secara nyata dan khas adalah suatu aktivitas manusiawi, yakni perbuatan melakukan sesuatu yang dilakukan oleh manusia. Ilmu tidak hanya satu aktivitas tunggal saja,melainkan juga suatu rangkaian aktivitas sehingga merupakan sebuah proses. Rangkaian aktivitas itu bersifat rasional, kognitif, dan teologis.
Aktivitas rasional berarti kegiatan yang mempergunakan kemampuan pikiran untuk menalar yang berbeda dengan aktivitas berdasarkan perasaan atau naluri. Ilmu menampakkan diri sebagai kegiatan penalaran logis dari pengamatan empiris.
Oleh karena itu, ilmu merupakan sebuah proses yang bersifat kognitif, bertalian dengan proses mengetahui dan pengetahuan. Proses kognitif adalah suatuvrangkaian aktivitas seperti pengenalan, penerapan, pengkonsepsian, dan penalaran yang dengannya manusia dapat mengetahui dan memperoleh pengetahuan tentang suatu hal.
Pendapat beberapa filsuf tentang tujuan ilmu, dikutipkan sebagai berikut:
a. Robert Ackermann
Tujuan ilmu adalah mengendalikan alam, dan kadang-kadang ialah untuk memahami alam.
b. Francis Bacon
Berpendapat bahwa tujuan sah dan senyatanya dari ilmu ialah sumbangan terhadap hidup manusia dengan ciptaan baru dan kekayaan.
c. Jacob Bronowski
Tujuan ilmu adalah menemukan apa yang benar mengenai dunia ini. Aktivitas ilmu diarahkan untuk mencari kebenaran dan ini dinilai dengan ukuran apakah benar terhadap fakta.
d. Enrico Cantore
Tujuannya ialah menemukan struktur yang terpahami dari realitas yang dapat diamati.
e. Albert Einstein
Tujuan ilmu di satu pihak ialah pemahaman selengkap mungkin mengenai pertalian di anatar pengalaman inderwai dalam keseluruhannya, dan di pihak lain ialah pencapaian tujuan ini dengan pemakaian sejumlah minimum pengertian dasar dan hubungan-hubungan.
BAB VIII
ILMU SEBAGAI METODE ILMIAH
Metode ilmiah merupakan prosedur yang mencakup berbagai tindakan pikiran, pola kerja, tata langkah, dan cara tekhnis unutk memperoleh pengetahuan baru. Menurut perumusan dalam The World of Science Encyclopedia, metode ilmiah pada umumnya diartikan sebagai prosedur yang dipergunakan oleh ilmuwan-ilmuwan dalam pencarian sistematis terhadap pengetahuan baru dan peninjauan kembali pengetahuan yang ada.
Para ilmuwan dan filsuf memberikan pula berbagai perumusan mengenai pengertian metode ilmiah. George Kneller menegaskan: ”Dengan metode ilmiah, kami maksudkan struktur rasional dari penyelidikan ilmiah yang di situ pangkal-pangkal duga disusun dan diuji”.
Arturo R memberikan definisi metode ilmiah sebagai: ”prosedur dan ukuran yang dipkai oleh ilmuwan dalam penyusunan dan pengembangan cabang pengetahuan khusus mereka”.
Prosedur yang merupakan metode ilmiah yakni:
- analisis
- pemerian
- penggolongan
- pengukuran
- perbandingan
- survei
metode ilmiah melalui satu rangkaian yang tertib. Dalam kepustakaan metodologi ilmu tidak ada kesatuan pendapat mengenai jumlah, bentuk, dan urutan langkah yang sama pasti. Jumlah langkah merentang dari yang paling sederhana sampai yang kompleks.
Metode ilmiah mencakup 5 langkah menurut J. Eigelberner:
1) analisis masalah
2) pengumpulan fakta
3) pengklasifikasian dan pengaturan data supaya lebih mudah untuk di analisis.
4) Perumusan hipotesa
5) Pengujian terhadap prediksi.
Sheldon Lachman mengurai metode ilmiah menjadi 6 langkah:
1) perumusan pangkal duga yang khusus
2) perancangan penyelidikan itu
3) pengumpulan data
4) penggolongan data
5) pengembangan generalisasi-generalisasi
6) pemeriksaan kebenaran terhadap hasil.
Walaupun terdapat perbedaan langkah tentang metode ilmiah, namun ada beberapa kesamaan, yakni penentuan masalah, perumusan hipotesa, pengumulan data, penurunan kesimpulan, dan pengujian.
Dalam kepustakaan metodologi ilmu, pengertian metode seringkali dicampuradukan dengan pendekatan teknik. Metode, pendekatan, dan teknik merupakan tiga kata yang berbeda walaupun bertalian erat satu sama lain.
Menurut Vernon Van Dyke, satu pendekatan pada pokoknya adalah ukuran untuk memilih masalah dan data yang bertalian, sedang metode adalah prosedur untuk mendapatkan dan mempergunakan data. Perumusan selengkapnya mengenai pendekatan berbunyi demikian:
” Suatu pendekatan terdiri dari ukuran-ukuran pemilihan – ukuran-ukuran yang dipergunakan dalam memilih masalah-masalah atau pertanyaan-pertanyaan untuk dipertimbangkan dan dalam memilih data yang perlu diadakan; ini terdiri dari ukuran-ukuran baku yang menetapkan pemasukan atau pengeluaran pernyataan-pernyataan dan data”
Pendekatan dalam menelaah sesuatu hal dapat dilakukan berdasarkan sudut tinjauan dari berbagai cabang ilmu seperti misalnya ekonomi, ilmu politik, psikologi, atau sosiologi. Dengan pendekatan tersebut, maka akan mendapat kemudahan.
BAB IX
ILMU SEBAGAI PENGETAHUAN SISTEMATIS
Pengertian ilmu memang paling mudah dipahami sebagai pengetahuan.Di kalangan ilmuwan maupun filsuf pada umumnya terdapat kesepakatan bahwa ilmu adalah sesuatu kumpulan
Pengetahuan yang sistematis. Demikian laim perumusan demikian itu sehingga pengertian imu sebagai aktivitas dan berbagai metode tampak terselubungi dan kurang dikenal.
Pengertian ilmu sebagai kumpulan pengetahuan telah pula dianut secara luas dalam berbagai kamus, ensiklopedi, dan kepustakaan yang membahas ilmu. Misalnya kamus terkenal Dictionary of Philosophy and Psychology yang berasal dari awal abad ini mencantumkan arti science yang pertama sebagai ’knowledge’; in particular, knowledge in the eminent sense as the outcome of the systematic and trustworthy functioning of the cognitive proses.
BAB X
DIMENSI ILMU
Dari kepustakaan yang membahas ilmu dari berbagai hampiran ilmu-ilmu tertentu, tampakalah sejumlah dimensi ilmu yang sejalan dengan ilmu-ilmu yang bersangkutan yaitu:
a. Ilmu ekonomi : dimensi ekonomi dari ilmu
b. Linguistik : dimensi lingustik dari ilmu
c. Matematika : dimensi matematis dari iomu
d. Ilmu politik : dimensi politik dari ilmu
e. Psikologi : dimensi psikologi dari ilmu
f. Sosioligi : dimensi sosiologis dari ilmu
Melengkapi dimensi-dimensi ilmu yang berdasarkan hampiran cabang-cabang ilmu khusus itu, ada dua dimensi yang bersifat reflektif, abstrak, dan formal sejalan dengan dua bidang pengetahuan yang bercorak demikian itu.
Masih ada dimensi-dimensi ilmu lainnya yang tidak berdasarkan cabang ilmu dan bidang pengetahuan di atas, melainkan berpangkal pada berbagai aspek realitas di dunia ini. Dimensi tersebut adalah:
Cultural dimension (dimensi kebudayaan)
Historical dimension (dimensi sejarah)
Humanistic dimension (dimensi kemanusian)
Recreational dimension (dimensi rekreasi)System dimension (dimensi system)
Oleh karena ciri-ciri, sifat dan unsur realitas tidak terbatas, kiranya dimensi-dimensi ilmu menurut aspek ini juga banyak sekali dan dapat berkembang terus sesuai dengan minat orang untuk menelaah ilmu tersebut.
BAB XI
STRUKTUR ILMU
Ilmu pengertianya sebagai pengetahuan merupakan suatu sistem pengetahuan sebagai dasar teoritis untuk tindakan praktis atau suatu sistem penjelas mengenai saling hubungan diantara peristiwa-peristiwa yang terjadi. Sistem pengetahuan ilmiah mencangkup lima unsur, yaitu:
a. Jenis-jenis sasaran
b. Bentuk-bentuk peryataan
c. Ragam-ragam proposisi
d. Ciri-ciri pokok
e. Pembagian sistemmatis
Pertama-tama mengenai sasaran pengetahuan ilmiah itu perlu diberikan penjelasan yang memadai. Setiap cabang ilmu khusus mempunyai objek sebenarnya yang dapat dibedakan menjadi objek material dan objek formal. Objek material mencakup fenomena di dunia ini yang ditrima oleh ilmu. Sedangkan, objek formal mencakup pusat perhatian ilmuwan tentang fenomena objek material.
Aneka fenomena yang ditelaah oleh segenap cabang ilmu khusus banyak sekali, mencapai ribuan sejalan dengan bertambahnya cabang-cabang ilmu tersebut. Objek material dapat digolongkan menjadi enam kelompok:
1) Ide abstrak
2) Benda fisik
3) Jasad hidup
4) Gejala rohani
5) Peristiwa sosial
6) Proses tanda
Suatu fenomena sebagaimana ditentukan oleh pusat perhatian ilmuwan menjadi objek sebenarnya dari suatu cabang ilmu, berbagai keterangan mengenai objek sebenarnya itu dituangkan dalam berbagai pertanyaan. Kumpulan pertanyaan yang memuat pengetahuan ilmiah itu mempunyai empat bentuk:
1. deskripsi
2. preskripsi
3. eksposisi pola
4. rekonstruksi historis
Pada cabang-cabang ilmu yang telah lebih dewasa, selain empat bentuk tadi, terdapat pula tiga ragam sebagai asas, kaidah, dan teori.
Untuk memperoleh kejelasan yang lebih lanjut, dapatlah dikutipkan batasan scientific theory dari Lachman yang berbunyi: ”Suatu pertanyaan objektif dan tegas berupa dugaan ataurekaan yang penyatupadukan kumpulan data terpisah menjadi satu kerangka pedoman yang konsisten dan berpautan yang menetapkan hubungan antara satuan data empiris dan yang memungkinkan peramalan logis dari hubungan yang ditegaskan menuju fenomena yang sampai sekarang belum diselidiki”
BAB XII
PENGGOLONGAN PENGETAHUAN ILMIAH
Pertumbuhan dan kemajuan ilmu modern sejak Revolusi Keilmuwan dalam abad XVII sampai sekarang yang begitu luas dan mendalam telah melahirkan demikian banyak cabang ilmu khusus.
Pemunculan suatu cbang ilmu baru terjadi karena beberapa faktor, pembentukan suatu disiplin ilmu baru di bidang manapun berkaitan dengan tiga syarat, yaitu eksistensi dan pengenalan seperangkat problem baru yang menarik perhatian beberapa penyeldik, pengumpulan sejumlah cukup data, pencapaian pengakuan resmi terhadap ilmu baru itu. Klasifikasi ilmu merupakan pengaturan yang sistematik untuk menegaskan definisi sesuatu cabang ilmu, menetukan batasan dan menjelaskan saling hubungannya dengan cabang yang lain.
Masalah penggolongan ilmu itu telah menjadi perhatian para ahli fikir masa lampau sampai sekarang. Seperti Plato, Aristoteles, Francis Bacon, John Locke, dll. Sebutan penggolongan ilmu tampaknya agak menyesatkan karena menimbulkan pemahaman bahwa seluruh cabang ilmu telah lengkap.
Pembagian ilmu-ilmu dewasa ini menimbulkan perincian yang dinamakan scientific discipline dan specialty dalam masyarakat ilmuan. Menurut Warreen Hagstron disiplin-disiplin dalam ilmu modern sekarang bisaanya besar dan hetrogen yang satu-satuan organisasi formalnya ialah departemen-departeman pada universitas dan perhimpunan-perhimpunan keilmuan.
Suatu kalsifikasi lain yang terkenal ialah dari filsuf Perancis Auguste Comte. Penggolongannya didasarkan pada urutan tata jenjang, asas ketergantungan, dan ukuran kesederhanaan. Comte merinci ilmu-ilmu fundamental dalam:
a. Methematics
b. Astronomy
c. Physics
d. Chemistry
e. Biology
f. Sociology
Dalam urutan ilmu diatas yang terdahulu adalah lebih tua sejarahnya secara logis lebih sederhana, dan lebih luas penerapanya dari pada setiap ilmu yang dibelakangnya.
Suatu pembagian ilmu yang sistematis akan tercapai apabila dapat dibedakan pembidangan yang tidak simpang siur, hubungan-hubungan diantara bagian-bagian yang cukup jelas, dilakukan menurut konsep-konsep yang tegas, sistematis yang dikemukakan pada konsep-konsep yaitu:
a. Pengertian yang akan dipakai ialah pembagian ilu
b. Pengetian ilmu akan dipahami dalam konotasinya sebagai pengetahuan ilmiah dan denotasinya sebagai ilmu seumumnya
c. Ilmu seumumnya terdiri dari semua cabang ilmu khusus yang sebagai pangkal permulaanya digolongkan menjadi duan kelompok yang disebut ragam ilmu dan jenis ilmu.
Pembedaan anatara pengetahuan teoritis dan pengetahuan praktis sudah dikenal sejak zaman Yunani Kuno. Misalnya Aristoteles membagi kumpulan pengetahuan rasional menjadi tiga kelompok: yakni pengetahuan teoritis, pengetahuan praktis, dan pengetahuan produktif.
(Dian Kurnia, Mahasiswa Jurusan Sejarah Peradaban Islam, Fakultas Adab dan Humaniora ,Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati bandung Tahun 2008)
rajin bgt se kamu.
BalasHapusboleh donk tulisin tugas aq.
heuheu...