Minggu, 10 Juli 2005

Laporan Penelitian (GAMBARAN MENGENAI KEBUDAYAAN MASYARAKAT KAMPUNG ADAT PULO DESA CANGKUANG KECAMATAN LELES KABUPATEN GARUT Sebuah Kajian Sosio-Kultural Masyarakat Kampung Adat Pulo Desa Cangkuang Kecamatan Leles Kabupaten Garut Dalam Realitas Kontemporer)


LAPORAN PENELITIAN


GAMBARAN MENGENAI KEBUDAYAAN MASYARAKAT
KAMPUNG ADAT PULO DESA CANGKUANG
KECAMATAN LELES KABUPATEN GARUT

Sebuah Kajian Sosio-Kultural Masyarakat Kampung Adat Pulo Desa Cangkuang Kecamatan Leles Kabupaten Garut Dalam Realitas Kontemporer

Oleh:
DIAN KURNIA
208 500 306
SPI Semester IV


JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
1431 H /2010 M




 
            KATA PENGANTAR


Bismillahirrahmaanirrahiim
S
egala Puja dan Puji hanyalah milik Allah SWT. Shalat serta salam semoga selalu terlimpah curahkan kepada junjunan kita semua, Nabi Besar Muhammad SAW, kepada para keluarganya, para sahabatnya, para tabi’it tabi’in, serta semoga kepada kita semua selaku umatnya di akhir zaman. Amin
Dalam rangka menyukseskan program akademik pada jurusan Sejarah Peradaban Islam (SPI) fakultas Adab dan Humaniora UIN SGD Bandung, yakni praktikum (studi tour), maka pada tanggal 22-23 Juni 2010 telah dilaksanakan program praktek lapangan atau studi tour khusus untuk mata kuliah Metode Penelitian Sejarah (MPS) II dan Sejarah Kebudayaan Indonesia (SKI) II dengan objek penelitian Candi Cangkuang dan Kampung Adat Pulo yang terletak di Ds. Cangkuang Kec Leles Kab. Garut.
Program penelitian ini dilakukan dengan tujuan hendak mengaplikasikan atau mempraktekan serta menyamakan teori dan realitas ilmu yang telah didapatkan dari bangku kuliah mengenai Sejarah Kebudayaan Indonesia, sub-bab kebudayaan masyarakat lokal dengan peninggalan-peninggalan budaya yang bernilai historis. Penelitian ini merupakan penelitian pertama saya khususnya dan ketiga kalinya umumnya bagi rekan-rekan lain.
Dalam melakukan penelitian ini, saya ingin mengucapkan kata terima kasih kepada pihak yang telah ikut serta membantu memperlancar proses penggalian informasi dilapangan. Diantaranya adalah untuk Drs. Achmad Cholid Sodrie, M.Hum (pembimbing 1 / dosen arkeologi), Mardani, S.Ag (pembimbing 2 / dosen Sejarah Kebudayaan Indonesia II), Setia Gumilar, S.Ag, M.Si (ketua jurusan SPI), DR. Sulasman, M.Hum (PD III), Pak Agus (rekan kerja pak Cholid), Pak Tatang (Kuncen Kp. Adat Pulo), Pak Zaki Munawwar (juru bicara Museum Cangkuang), dll.
Semoga hasil dari laporan penelitian ini selanjutnya bisa bermanfaat bagi saya khususnya dan umumnya para pembaca sekalian dalam menambah wawasan mengenai kebudayaan Indonesia yang sangat beragam ini.

Juni      2010

Penulis

DAFTAR ISI



Halaman
COVER
KATA PENGANTAR ………………………………………………..
DAFTAR ISI ………………………………………………………….

i
ii-iii
BAB I        PENDAHULUAN
1.1.       Latar Belakang Masalah …………………………….
1.2.       Identifikasi dan Rumusan …………………………...
1.3.       Tujuan Penelitian ……………………………………
1.4.       Sumber Data ………………………………………...
1.5.       Metode dan Teknik Penelitian
1.6.1 Metode Penelitian ……………………………..
1.6.2 Teknik Penelitian ……………………………...


1
2
3
3

4
4
BAB II       KAJIAN TEORI
3.1    Kebudayaan “culture” ………………………………
3.2    Mbah Dalem Arif Muhammad ……………………...
3.3    Candi Cangkuang …………………………………..
3.4    Kampung Adat Pulo ………………………………...
3.5    Situ Cangkuang ……………………………………..


5
6
7
10
11
BAB III     PEMBAHASAN
GAMBARAN MENGENAI KEBUDAYAAN MASYARAKAT KAMPUNG ADAT PULO DESA CANGKUANG KECAMATAN LELES KABUPATEN GARUT; Sebuah Tinjauan Sosio-Kultural Masyarakat Kampung Adat Pulo Desa Cangkuang Kecamatan Leles Kabupaten  Garut Dalam Realitas Kontemporer
4.1    Sejarah Lahir dan Berkembangnya Kampung Adat
          Pulo
4.1.1Pendiri Kampung Adat Pulo ………………….
4.1.2Denah Wilayah Kampung Adat Pulo ………..
4.2    Kebudayaan Masyarakat Kampung
         Adat Pulo
4.2.1 Karakteristik Masyarakat
         Kampung Adat Pulo ………………………….
4.2.2 Perempuan (Isteri) Sebagai
         Tulang Punggung Keluarga …………………..
4.2.3 Laki-Laki (Suami) Sebagai Penyambung
         Tangan Isteri …………………………………..
4.3    Tokoh Utama di Kampung Adat Pulo
4.3.1 Mbah Dalem Arif Muhammad ………………..
4.3.2 Syaikh Maujud ………………………………..
4.3.3 Mbah Santosa …………………………………
4.3.4 Eyang Sakti (Prabu Sakti) …………………….
4.3.5 Wiradijaya …………………………………….
4.3.6 Wiradibaya ……………………………………
4.4    Proses Islamisasi di Kampung Adat Pulo
4.4.1 Akulturasi ……………………………………..
4.4.2 Asimilasi ………………………………………









13
15



17

18

18

19
19
19
19
19
19

20
21
BAB           IV             PENUTUP
5.1    Kesimpulan ………………………………………….
5.2    Saran ………………………………………………...


23
24
DAFTAR PUSTAKA







BAB I
PENDAHULUAN



1.1         Latar Belakang Masalah
K
ebudayaan adalah sebuah konsep yang bersifat universal. Herkovits memandang bahwa kebudayaan sebagai super-organic karena kebudayaan yang turun menurun dari generasi ke generasi tetapi hidup terus, walaupun orang-orang yang menjadi anggota masyarakat senantiasa silih berganti disebabkan oleh kematian dan kelahiran (Soerjono Soekanto, 2006: 150).[1]
Dalam literatur lain, E.B. Taylor (1871), mengemukakan bahwa, “Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta kebisaaan-kebisaaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat”
Sebagai sebuah kesatuan yang utuh, kebudayaan suatu masyarakat tidak pernah terlepas dari kebisaaan-kebisaaan yang seringkali di lakukan oleh anggota dari masyarakat itu sendiri. Terlepas dari teori-teori mengenai kebudayaan yang ada.
Sebagai umat manusia, kita tidak pernah terlepas dari budaya. Segala aspek kehidupan merupakan unsure dari kebudayaan. Misalnya, sistem mata pencaharian, sistem religi (Agama), bahasa, ilmu pengetahuan dan teknologi, dlsb.
Penelitian yang telah saya lakukan pada tanggal 23 Juni 2010 ke Kampung Adat Pulo yang bertempat di Ds. Cangkuang, Kec. Leles, Kab. Garut ini merupakan sebuah latihan penelitian untuk meninjauan keadaan sosio-kultural pada masyarakat Kampung Adat Pulo. Banyak hal yang di dapatkan dari kunjungan kali ini. Semuanya menyangkut kebudayaan pada masyarakat tersebut.
Oleh karena itu, saya membuat laporan penelitian ini dengan tujuan hendak mengungkap kembali dan menggambarkan keadaan dari kehidupan masyarakat pada Kampung Adat Pulo berdasarkan aspek sosio-kultural dengan judul penelitian: “GAMBARAN MENGENAI KEBUDAYAAN MASYARAKAT KAMPUNG ADAT PULO DESA CANGKUANG KECAMATAN LELES KABUPATEN GARUT: Sebuah Tinjauan Sosio-Kultural Masyarakat Kampung Adat Pulo Desa Cangkuang Kecamatan Leles Kabupaten Garut Dalam Realitas Kontemporer.

1.2         Identifikasi dan Rumusan Masalah
Kegiatan penelitian yang saya dan teman-teman dari Jurusan Sejarah Peradaban Islam UIN SGD Bandung lakukan terhadap masyarakat Kampung Adat Pulo dan Candi Cangkuang ini merupakan sebuah penelitian sederhana dengan tujuan umum berusaha untuk mengaplikasikan ilmu yang telah kami dapat dari bangku kuliah, khususnya untuk mata kuliah Metode Penelitian Sejarah dan Sejarah Kebudayaan Indonesia II.
Permasalahan yang kami temukan di lapangan ketika melakukan penelitian ini adalah mengenai informasi yang masih bersifat simpang-siur. Ketika kami mewawancarai Juru Kunci (kuncen) dari Kampung Adat Pulo, yakni Pak Tatang, informasi yang kami dapatkan berbeda dengan informasi yang kami terima dari Kuncen Museum Candi Cangkuan, Zaki Munawwir.
Oleh karena itu, saya khususnya melakukan sebuah identifikasi mengenai permasalahan tersebut yang saya himpun dalam rumusan masalah. Adapun, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian kali ini adalah sebagai berikut:
1.             Bagaimana latar belakang sejarah terbentuknya Kampung Adat Pulo?
2.             Siapa tokoh utama yang menjadi pendiri dari Kampung Adat Pulo?
3.             Bagaimana karakteristik masyarakat Kampung Adat Pulo?
4.             Apa yang menjadi ciri kebudayaan khas masyarakat Kampung Adat Pulo?


1.3         Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui sejarah berdiri dan berkembangnya Kampung Adat Pulo.
2.      Untuk mengetahui tokoh yang berperan aktif dalam mendirikan Kampung Adat Pulo.
3.      Untuk mengetahui karakteristik masyarakat Kampung Adat Pulo.
4.      Untuk mengetahui cirri khas kebudayaan Kampong Adat Pulo.

1.4         Sumber Data
Penelitian yang kami lakukan adalah dengan cara studi lapangan. Kami langsung mendatangi tempat atau objek yang menjadi bahan penelitian ini, dalam hal ini adalah Kampung Adat Pulo dan Candi Cangkuang.
Oleh karena itu, yang menjadi sumber data penelitian ini adalah studi lapangan dengan cara wawancara atau tanya jawab dengan tokoh adat setempat (kuncen Kampung Adat Pulo), serta melakukan studi pustaka dengan mengambil informasi lain dalam berbagai literatur yang kompatibel dengan permasalahan yang sedang dikaji.

1.5         Metode dan Teknik Penelitian
Penelitian lapangan yang saya lakukan adalah mengenai kehidupan masyarakat Kampung Adat Pulo, khususnya mengenai kebudayaan mereka. Dalam melakukan observasi di lapangan, saya menggunakan metode dan teknik penelitian sebagai berikut:
1.5.1        Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah dengan cara deskriptif-analitik, yaitu, menggambarkan atau mengungkapkan kembali hasil observasi lapangan secara komprehensip, selanjutnya dilakukan analisis secara per bagian. Sehingga di dapatkan hasil berupa deskripsi komprehensip.

1.5.2 Teknik Penelitian
Adapun teknik penelitian yang di gunakan adalah dengan cara studi lapangan (wawancara, mengamati secara langsung, dsb). Serta di gunakan studi pustaka dengan mengambil informasi yang dibutuhkan dari buku, majalah, internet, dsb.





















BAB II
KAJIAN TEORI




3.1     Kebudayaan “culture
K
ebudayaan merupakan sebuah konsep yang sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Karena kebudayaan merupakan sebuah konsep yang tidak akan pernah terlepas dari kehidupan umat manusia, orang tak mungkin tidak berurusan dengan produk dari kebudayaan.
Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hokum, adat istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta kebisaaan-kebisaaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat (E.B. Taylor: 1871)[2]
Kata “kebudayaan” berasal dari kata budhayah (bahasa sangsekerta) yang merupakan jamak dari kata buddhi yang berarti budi tau akal. Kebudayaan diartikan sebagai “hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal”.
Adapun istilah culture merupakan istilah bahasa asing (Inggris) yang artinya sama dengan kebudayaan yang berasal dari kata Latin colore. Artinya mengolah atau mengerjakan, yaitu mengolah tanah atau bertani. Dari asal arti tersebut, yaitu colore, diartikan sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam.[3]
Dari pemaparan singkat di atas, dapat disimpulkan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan hal yang didapatkan atau dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku yang normative. Artinya, mencakup segala cara-cara atau pola-pola berfikir, merasakan, dan bertindak.

3.2     Mbah Dalem Arif Muhammad
Arif Muhammad adalah seorang sosok kharismatik yang berperan aktif dalam proses penyebaran ajaran Islam (Islamisasi) di daerah Garut, Jawa Barat. Dalam beberapa literatur, Arif Muhammad disebutkan berasal dari daerah Timur Tengah, Baghdad. Namun, entah karena sebab apa, beliau akhirnya menjadi panglima perang pada kerajaan Mataram.
Menurut Zaki Munawwar, pengelola sekaligus juru bicara museum Candi Cangkuang, menyatakan bahwa. “Arif Muhammad adalah panglima perang dari kerajaan Mataram. Ia diutus Sultan Agung untuk mengusir VOC di Batavia pada 1645. Kemudian Arif Muhammad berangkat menuju Batavia untuk menyerang VOC. Sayangnya, Arif Muhammad beserta pasukannya berhasil ditekuk mundur.”
Menurutnya pula, kegagalan Arif Muhammad membuatnya malu sendiri untuk kembali ke Mataram. Selain itu, ia takut terhadap Sultan Agung yang akan membunuhnya apabila ia mengetahui bahwa Arif Muhammad kembali dengan membawa kegagalan. Oleh karena itu, Arif Muhammad memutuskan untuk mengasingkan diri. Garut, dipilihnya sebagai tujuan. Selain itu, ia berniat menyebarkan agama Islam di daerah Parahyangan Timur. Awalnya, ia berdakwah di daerah Tambak Baya.[4]
Beberapa waktu kemudian, Arif Muhammad berpindah ke tempat lain. Adiknya kemudian meneruskan dakwahnya di Tambak Baya. Sedangkan Arif Muhammad berdiam di sebuah kampung di desa Cangkuang. Setelah beberapa lama, kini di desa tersebut terdapat danau kecil atau situ. Kampung tempat tinggal Arif Muhammad terpisah dan membentuk sebuah pulau. Lantas, kampung tersebut dinamai Kampung Pulo yang artinya sebuah kampung yang terdapat di tengah pulau.
Baik dari pemaparan Zaki Munawwar ataupun Pak Tatang (Kuncen Kp. Adat Pulo), mereka sama-sama menyatakan bahwa, “Arif Muhammad telah menikah dengan seorang perempuan dan telah memiliki tujuh orang anak, enam anak perempuan dan satu anak laki-laki. Namun hingga saat ini, belum diketahui istri dan silsilah keturunan daripada Arif Muhammad. Hal ini disebabkan karena tidak tersedianya manuskrip atau bukti otentik akan biografi (riwayat hidup) dari Arif Muhammad.[5] Cerita yang berkembang saat ini hanya disampaikan dari mulut ke mulut. Penduduk sekitar menjuluki Arif Muhammad dengan nama Sembah Dalem Arif Muhammad.[6]

3.3     Candi Cangkuang
Candi Cangkuang adalah sebuah bangunan candi Hindu yang terdapat di Kampung Adat Pulo, wilayah Cangkuang, Kecamatan Leles[7], Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Candi inilah juga yang pertama kali ditemukan di Tatar Sunda serta merupakan satu-satunya candi Hindu di Tatar Sunda.
Candi ini pertama kali ditemukan pada tahun 1966 oleh tim peneliti Harsoyo dan Drs. Uka Candrasasmita (alm) berdasarkan laporan Vorderman (terbit tahun 1893) mengenai adanya sebuah arca yang rusak serta makam leluhur Arif Muhammad (Mbah Dalem Arif Muhammad) di wilayah Leles, Garut. Selain menemukan reruntuhan bangunan candi, terdapat pula serpihan pisau serta batu-batu besar yang diperkirakan merupakan peninggalan zaman megalitikum atau zaman batu besar. Penelitian selanjutnya (tahun 1967 dan 1968) telah berhasil menggali bangunan makam Arif Muhammad.
Walaupun hampir bisa dipastikan bahwa bangunan candi ini merupakan peninggalan agama Hindu (kira-kira abad ke-8 M, satu zaman dengan candi-candi di situs Batujaya dan Cibuaya), yang mengherankan adalah adanya pemakaman Islam di sampingnya. Ini merupakan sebuah pro-kontra dikalangan ilmuwan arkeolog dan tokoh adat setempat mengenai berdampingannya sebuah bangunan candi agama Hindu dengan makam Arif Muhammad yang beragama Islam.

3.3.1 Letak Geografis
Candi Cangkuang terdapat di sebuah pulau kecil yang bentuknya memanjang dari barat ke timur dengan luas 16,5 ha. Pulau kecil ini terdapat di tengah danau Cangkuang (situ Cangkuang) pada koordinat 106° 54' 36, 79" Bujur Timur dan 7° 06' 09" Lintang Selatan. Selain pulau yang memiliki candi, di danau ini terdapat pula dua pulau lainnya dengan ukuran yang lebih kecil.
Lokasi danau Cangkuang ini topografinya terdapat pada satu lembah yang subur kira-kira 600-an m l.b.l. yang dikelilingi pegunungan: Gunung Haruman (1.218 m l.b.l.) di sebelah timur-utara, Pasir Kadaleman (681 m l.b.l.) di sebelah timur selatan, Pasir Gadung (1.841 m l.b.l.) di sebelah selatan, Gunung Guntur (2.849 m l.b.l.) di sebelah barat-selatan, Gunung Malang (1.329 m l.b.l.) di sebelah barat, Gunung Mandalawangi di sebelah barat-utara, serta Gunung Kaledong (1.249 m l.b.l.) di sebelah utara.

3.3.2 Bangunan Cadi
Bangunan Candi Cangkuang yang sekarang dapat kita saksikan merupakan hasil pemugaran yang diresmikan pada tahun 1978. Candi ini berdiri pada sebuah lahan persegi empat yang berukuran 4,7 x 4,7 m dengan tinggi 30 cm. Kaki bangunan yang menyokong pelipit padma, pelipit kumuda, dan pelipit pasagi ukurannya 4,5 x 4,5 m dengan tinggi 1,37 m. Di sisi timur terdapat penampil tempat tangga naik yang panjangnya 1,5 m dan lébar 1,26 m.







 








Gambar 1.1
Bangunan Candi Cangkuang yang berdampingan dengan makam kramat Mbah Dalem Arif Muhammad

Bangunan candi bentuknya persegi empat dengan ukuran 4,22 x 4,22 m dengan tinggi 2,49 m. Di sisi utara terdapat pintu masuk yang berukuran 1,56 m (tinggi) x 0,6 m (lebar). Puncak candi ada dua tingkat: persegi empat berukuran 3,8 x 3,8 m dengan tinggi 1,56 m dan 2,74 x 2,74 m yang tingginya 1,1 m. Di dalamnya terdapat ruangan berukuran 2,18 x 2,24 m yang tingginya 2,55 m. Di dasarnya terdapat cekungan berukuran 0,4 x 0,4 m yang dalamnya 7 m (dibangun ketika pemugaran supaya bangunan menjadi stabil). [8]
Di antara sisa-sisa bangunan candi, ditemukan juga arca (tahun 1800-an) dengan posisi sedang bersila di atas padmasana ganda. Kaki kiri menyilang datar yang alasnya menghadap ke sebelah dalam paha kanan. Kaki kanan menghadap ke bawah beralaskan lapik. Di depan kaki kiri terdapat kepala sapi (nandi) yang telinganya mengarah ke depan. Dengan adanya kepala nandi ini, para ahli menganggap bahwa ini adalah arca Siwa. Kedua tangannya menengadah di atas paha. Pada tubuhnya terdapat penghias perut, penghias dada dan penghias telinga.
Gambar 1.2
Candi Cangkuang di lihat dari samping
 
 













Keadaan arca ini sudah rusak, wajahnya datar, bagian tangan hingga kedua pergelangannya telah hilang. Lebar wajah 8 cm, lebar pundak 18 cm, lebar pinggang 9 cm, padmasana 38 cm (tingginya 14 cm), lapik 37 cm & 45 cm (tinggi 6 cm dan 19 cm), tinggi 41 cm.
Candi Cangkuang sebagaimana terlihat sekarang ini, sesungguhnya adalah hasil rekayasa rekonstruksi, sebab bangunan aslinya hanyalah 35%-an. Oleh sebab itu, bentuk bangunan Candi Cangkuang yang sebenarnya belumlah diketahui. Candi ini berjarak sekitar 3 m di sebelah selatan makam Arif Muhammad.

3.4     Kampung Adat Pulo
Kampung Pulo adalah salah satu kampung adat yang terdapat di komplek sekitar Candi Cangkuang di Kabupaten Garut Bentuk rumah adat di kampung pulo ini adalah rumah panggung dengan serambi yang cukup lebar di depannya untuk menerima tamu. Dindingnya menggunakan bahan kayu dan anyaman bambu dengan atap berbentuk pelana.
Penghuni Kampung Pulo ini tidak pernah bertambah, hanya ada 6 kepala keluarga. Jika ada anggota keluarga bertambah dan menikah, maka mereka bermukim di luar kampung ini. [9]
Penduduk kampung ini terbuka dengan perkembangan teknologi. Tidak seperti di pemukiman Badui Dalam yang pamali menggunakan segala macam alat elektronik dan benda-benda berbau teknologi. Ketika saya melakukan kunjungan ke Kampung Adat Pulo, saya melihat di rumah Pak Tatang (kuncen Kp. Adat Pulo) terdapat peralatan teknologi seperti TV, dll.

3.5     Situ Cangkuang
Danau kecil atau bisaa disebut dengan Situ membentang dengan bunga teratai dan eceng gondok diatasnya. Situ Cangkuang, bisaanya penduduk setempat menyebut nama tersebut dan termasuk salah satu Situ yang sangat bersejarah, karena ditengahnya terdapat sebuah bangunan candi. Candi Cangkuang adalah satu-satunya candi yang dapat dipugar di daerah Jawa Barat. Nama Candi Cangkuang disesuaikan dengan nama desa dimana candi itu ditemukan.





Gambar 1.5
Danau atau Situ Cangkuang
Desa Cangkuang berasal dari nama pohon yang banyak terdapat disekitar makam Embah Dalem Arif Muhammad, namanya pohon Cangkuang, pohon ini sejenis pohon pandan dalam bahasa latinnya ( Pandanus Furcatus ), tempo dulu daunnya dimanfaatkan untuk membuat tudung, tikar atau pembungkus gula aren. Embah Dalem Arif Muhammad dan kawan-kawan beserta masyarakat setempatlah yang membendung daerah ini, sehingga terjadi sebuah danau dengan nama "Situ Cangkuang" kurang lebih abad XVII. Embah Dalem Arif Muhammad dan kawan-kawan berasal dari kerajaan Mataram di Jawa Timur. Mereka datang untuk menyerang tentara VOC di Batavia sambil menyebarkan Agama Islam di Desa Cangkuang Kabupaten Garut. Waktu itu di Kampung Pulo salah satu bagian wilayah dari desa Cangkuang sudah dihuni oleh penduduk yang beragama Hindu. Namun secara perlahan namun pasti, Embah Dalem Arif Muhammad mengajak masyarakat setempat untuk memeluk Agama Islam.[10]






















BAB III
PEMBAHASAN

GAMBARAN MENGENAI KEBUDAYAAN MASYARAKAT KAMPUNG ADAT PULO DESA CANGKUANG KECAMATAN LELES
KABUPATEN GARUT
Sebuah Tinjauan Sosio-Kultural Masyarakat Kampung Adat Pulo
Desa Cangkuang Kecamatan Leles Kabupaten Garut
 Dalam Realitas Kontemporer



4.1     Sejarah Lahir dan Berkembangnya Kampung Adat Pulo
4.1.1 Pendiri Kampung Adat Pulo
S
ebuah kampung sederhana yang dikelilingi oleh danau (baca: situ) berdiri di area lahan yang terletak di Ds. Cangkuang Kec. Leles Kab. Garut itu adalah sebuah perkampungan yang sarat akan sejarah Islamisasi di daerah Garut, khususnya wilayah Cangkuang.
Semenjak Sultan Agung[11] mengalami kekalahan ketika hendak menyerang Banten dan Blambangan, ia kemudian melakukan ekspansi wilayah kembali dengan menyerang daerah Batavia (sekarang Jakarta).[12] Penyerangan ini dipimpin oleh Pangadegan, Wirajaya, Wirabaya, dan Arif Muhammad. [13]  Namun, dalam perjalanan sejarahnya, penyerangan kali ini pun berakhir dengan kegagalan yang telak. Ke-empat pemimpin perang ini dikalahkan dan harus mundur. Satu di antara ke empat panglima perang Mataram itu berhasil meloloskan diri bersama belasan prajuritnya. Setelah beberapa lama, akhirnya mereka sampai didaerah Cangkuang.[14]
Pada saat itu penduduk Kampung Cangkuang masih sedikit dan belum mengenal agama Islam. Penduduk Cangkuang masih memeluk kepercayaan Animisme, Dinamisme, dan agama Hindu.[15] Setelah cukup lama menetap di Cangkuang, Arif Muhammad dan para sahabatnya berniat menyebarkan agama Islam kepada penduduk setempat. Karena prajurit Mataram ini ramah dan pandai bergaul, dengan sendirinya kehadiran mereka dapat diterima dengan baik oleh penduduk Cangkuang maupun penduduk dari luar Cangkuang.
Untuk memperkokoh penyebaran Islam di wilayah Cangkuang, kemudian Arif Muhammad membangun sebuah masjid sederhana (mesjid pulo) yang sampai sekarang masih ada. Untuk keperluan berwudhu, Arif Muhammad membendung parit yang airnya berasal dari Sungai Cicapar dan akhirnya terbentuklah sebuah danau yang sekarang lebih dikenal dengan nama Situ Cangkuang. Arif muhammad dan sahabatnya tinggal ditengah danau yang disebut Kampung Pulo.
Ketika Islam menjadi pegangan hidup penduduk Cangkuang, khususnya masyarakat di Kampung Pulo, Arif Muhammad tetap menghargai adat istiadat setempat, atau kebisaaan penduduk setempat. Misalnya, larangan untuk tidak boleh bekerja atau berziarah pada hari rabu. hal itu berlaku hingga hari ini. Pada saat itu di Cangkuang banyak terdapat candi sudah rusak dan tidak terpelihara. Dengan persetujuan penduduk,akhirnya disisakan satu candi sebagai peringatan bahwa dahulu di tempat tersebut pernah ada pemeluk Hindu. Ada versi lain yang menyebutkan bahwa dengan kesaktian Arif Muhammad dibenamkan kedalam bumi hanya dengan tangan kanannya saja dan disisakan satu candi yang ada patung Syiwa dibiarkan sampai sekarang.
Dalam perjalanan sejarahnya, Arif Muhammad yang kemudian dikenal dengan sebutan Sembah Dalem Arif Muhammad, mempunyai tujuh orang anak, enam wanita dan satu laki-laki. Ketujuh anaknya tersebut dilambangkan dengan tiga buah rumah adat disebelah kiri dan tiga buah  lagi di sebelah kanan. sedangkan sebagai lambang putranya didirikan masjid adat yang sampai sekarang masih dapat dilihat.
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pendiri daripada Kampung Pulo adalah Sembah Dalem Arif Muhammad.

4.1.2 Denah Wilayah Kampung Adat Pulo
Seperti yang telah di sebutkan diatas, Kampung Pulo adalah sebuah perkampungan kecil (sederhana) yang telah dibangun oleh Arif Muhammad beserta prajuritnya di daerah Ds. Cangkuang, Kec. Leles, Kab. Garut.
Tata letak dari bangunan yang ada, sarat akan nilai luruh dan makna filosofis yang tinggi. Dalam kampung ini hanya ada tujuh buah bangunan, enam buah rumah dan satu buah masjid. Enam buah rumah diartikan sebagai enam orang anak perempuan dari Arif Muhammad, serta sebuah bangunan masjid diartikan sebagai anak laki-laki dari Arif Muhammad.
Adapun denah atau peta lokasi dari Kampung Pulo ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
 












DENAH KOMPLEK RUMAH ADAT KAMPUNG PULO
Text Box: 3
,Text Box: 2
,Text Box: 1
Text Box: 5
Text Box: 6
 


















Pada saat saya mengunjungi Kampung Adat Pulo (23 Juni 2010), rumah 1-5 atapnya berupa genting. Sedangkan, rumah no 4 (Kuncen), atapnya berupa serabut injuk.
 




                                                                                                                                             
                                                                                                                                                            Barat                    
4.2     Kebudayaan Masyarakat Kampung Adat Pulo
4.2.1 Karakteristik Masyarakat Kampung Adat Pulo
Berdasarkan informasi yang diterima dari proses tanya jawab dengan kuncen Kampung Pulo dan juru bicara Cangkuang, disebutkan bahwa masyarakat adat Kampung Pulo mempunyai karakteristik yang unik.
Dalam realitasnya mereka memiliki beberapa larangan-larangan yang harus di jauhi dengan tujuan kemaslahatan dan kesejahteraan mereka sendiri. Serta jika mencoba dilanggar, ada adat pamali (istilah melanggar pantangan).[16] Diantara larangan-larangan tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, Pada saat berziarah ke makam Mbah Dalem Arif Muhammad, khususnya, para peziarah diharuskan membawa peralatan. Peralatan itu; Bara api, kemenyan, minyak wangi, bunga-bungaan serta cerutu. Dan salah satu kegunaannya adalah untuk mendekatkan diri kepada roh leluhur.
Kedua, Dilarang berziarah pada hari Rabu. Bahkan waktu dulu, masyarakat kampung Pulo juga dilarang bekerja berat pada hari itu. Selain itu, Mbah Dalem Arif Muhammad tidak mau menerima tamu pada hari itu. Alasannya, karena pada hari itu dikhususkan untuk mengajarkan agama Islam. Jika ada yang mencoba melanggar, menurut kepercayaan mereka, akan ada malapetaka yang menimpa mereka.
Ketiga, Bentuk atap dari rumah-rumah adat yang ada di kampung pulo selamanya harus memanjang atau berbentuk jolopong.
Keempat, Dilarang menabuh gong besar. Ini terkait peristiwa masa silam, ketika Arif Muhammad akan melangsungkan hajatan besar berupa sunatan untuk anak laki-lakinya. Untuk memeriahkannya, ditabuhlah sebuah gong besar. Tapi secara tiba-tiba, ketika pesta itu berlangnsung, angin yang begitu amat dahsyat memporakporandakan daerah sekitarnya. Karena tandu tempat pengantin sunat yang ditempati anak beliau ikut tersapu angin, maka anak Arif Muhammad jatuh dan akhirnya tewas. Sejak peristiwa itu, dengan kebijakan beliau, maka siapa saja yang menabuh gong besar akhirnya dilarang sampai sekarang.
Kelima, Dilarang memelihara hewan besar berkaki empat. Seperti sapi, kerbau, kambing, kuda, dan lainnya. Larangan ini berdasarkan pertimbangan untuk melestarikan alam sekitar dan menjaga dari kebersihan makam-makam yang ada di sekitarnya. Juga untuk menghindari agar kampung itu jauh dari kotoran ternak.
Keenam, Setiap tanggal 14 bulan Mulud, penduduk kampung Pulo menggelar ritual memandikan benda-benda pusaka. Seperti; keris, batu aji, serta peluru. Menurut keparcayaan masyarakat kampung Pulo, bahwa benda-benda itu membawa berkah.

4.2.2 Perempuan (Isteri) Sebagai Tulang Punggung Keluarga
Perbedaan atau karakteristik unik lainnya pada masyarakat adat Kampung Pulo adalah dalam hal pekerjaan. Dalam kebudayaan masyarakat adat Kampung Pulo seorang istri adalah yang berkewajiban primer sebagai penanggung nafkah keluarga. Hal ini terlihat jelas ketika saya berkunjung ke pemukiman penduduk Kampung Pulo. Disetiap depan rumah, ada warung atau toko kecil yang menjual berbagai cinderamata atau oleh-oleh serta makanan ringan. Semuanya dijaga oleh seorang perempuan. Sementara itu, lelaki berada di dalam rumah.
Hal senada diucapkan oleh Zaki Munawwar dalam acara tanya jawab di museum Cangkuang (23 Juni 2010, pukul 10:37 WIB), ucapnya, “laki-laki disini adalah penyambung tangan dari sang isteri (perempuan). Dalam setiap acara, misalnya menyambut bulan Mulud, yang bekerja all out adalah sang isteri, sedangkan sang suami hanya membantu pada bagian akhir saja.”

4.2.3 Laki-Laki (Suami) Sebagai Penyambung Tangan Isteri
Seperti penjelasan sebelumnya, sang isteri dalam kebudayaan masyarakat Kampung Pulo berpern aktif dalam kesehariannya menafkahi keluarga. Sedangkan, suami hanya berperan pasif sebagai penyambung tangan isteri-nya dalam setiap kegiatan sosial kemasyarakatan.



4.3     Tokoh Utama di Kampung Adat Pulo
4.3.1 Mbah Dalem Arif Muhammad
Menurut beberapa literatur, Arif Muhammad adalah seorang panglima perang dari kerajaan Mataram. Beliau diutus oleh sultan Agung untuk mengusir penjajah di Batavia. Sekitar tahun 1645, Arif Muhammad memutuskan untuk berangkat ke Batavia dengan misi mengusir penjajah. Tapi ternyata usaha itu tak membuahkan hasil. Arif Muhammad beserta rekan berhasil ditaklukkan musuh.
Dengan kekalahan itu, Arif merasa kecewa dan tertekan. Ia takut untuk pulang ke daerah asalnya karena menghindari ancaman dari sang Sultan. Jika sultan tahu bahwa Arif dan pasukannya kalah, maka Ia akan mengancam membunuhnya. Akhirnya, Arif Muhammad mengasingkan diri ke tanah Pasundan. Tepatnya Garut. Selain pengasingan, ada tujuan lain, yaitu menyebarkan ajaran islam di Tatar Sunda. Tambak Baya lah da’wah pertama kali dilakukan.
Setelah sekian tahun menyebarkan Islam di Tambak Baya, akhirnya Arif Muhammad memutuskan untuk pindah ke desa cangkuang. Da’wah di Tambak Baya diteruskan oleh sang adik.
Di desa cangkuang lah Arif Muhammad menetap. Tepatnya di kampung Pulo yang dibelah oleh sebuah situ. Awal kedatangan beliau di kampung Pulo, masyarakatnya masih banyak menganut animisme, dinamisme dan Hindu. Setelah beberapa tahun, akhirnya da’wah itu pun membawa hasil meski tidak semua ajaran yang lama dihilangkan.[17]

4.3.2 Syaikh Maujud
4.3.3 Mbah Santosa
4.3.4 Eyang Sakti (Prabu Sakti)
4.3.5 Wiradi Jaya
4.3.6 Wiradi Baya




4.4       Proses Islamisasi di Kampung Adat Pulo
4.4.1 Akulturasi
Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing (lokal). Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri.[18]
Dalam literatur lain disebutkan bahwa akulturasi merupakan perpaduan 2 budaya atau lebih dimana kedua atau lebih unsur kebudayaan tersebut bertemu dapat hidup berdampingan dalam satu lingkungan dan saling mengisi serta tidak menghilangkan unsur-unsur asli dari kedua kebudayaan tersebut. [19]
Zaki Munawwar mengatakan bahwa, “Mbah Dalem Arif Muhammad melakukan proses Islamisasi di Kampung Adat Pulo Desa Cangkuang ini dengan akulturasi dan asimilasi, sehingga masyarakat lokal kampong ini tidak menyadari bahwa mereka sedang di-Islamkan oleh Mbah Dalem Arif Muhammad. Namun, mereka seacara tidak sadar diajarkan mengenai amalan-amalan ajaran Agama Islam secara sistematis dan komprehensip atau menyeluruh”.
Oleh karena itu, dapat kita saksikan di Kampung Adat Pulo masih terdapat amalan-amalan atau ajaran dari Agama leluhur mereka (Animisme, Dinamisme, dan Hindu) dalam peri kehidupan mereka sehari-hari.
Namun, hal itu dianggap sebagai sebuah kebudayaan unik mereka sehingga pemerintah kabupaten Garut dengan sigap melakukan perlindungan bagi mereka.

BENTUK-BENTUK AKIBAT PROSES AKULTURASI
Subtitusi: Unsur budaya lama diganti dengan unsur budaya baru yang memberikan nilai lebih bagi pemakainya.
Sinkretisme: Unsur-unsur budaya lama berpadu dengan unsur-unsur budaya yang baru sehingga melahirkan bentuk budaya baru (bisaanya di bidang agama/Kepercayaan).
Adisi: Unsur budaya lama yang masih berfungsi ditambah dengan unsur baru sehingga memberi nilai lebih.
Dekulturasi: Unsur budaya lama hilang dan digantikan oleh unsur baru.
Originasi: Masuknya unsur budaya baru yang belum dikenal sehingga menimbulkan perubahan yang besar dalam kehidupan manusia.
Rejection (Penolakan): Masuknya unsur budaya yang baru sehingga menimbulkan perubahan yang cepat namun ditolak oleh masyarakat tertentu

4.4.2 Asimilasi
Asimilasi adalah pembauran dua kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas kebudayaan asli (lokal) sehingga membentuk kebudayaan baru. [20]
Suatu asimilasi ditandai oleh usaha-usaha untuk mengurangi perbedaan antara orang atau kelompok. Untuk mengurangi perbedaan itu, asimilasi meliputi usaha-usaha mempererat kesatuan tindakan, sikap, dan perasaan dengan memperhatikan kepentingan serta tujuan bersama.
Hasil dari proses asimilasi yaitu semakin tipisnya batas perbedaan antarindividu dalam suatu kelompok, atau bisa juga batas-batas antarkelompok. Selanjutnya, individu melakukan identifikasi diri dengan kepentingan bersama. Artinya, menyesuaikan kemauannya dengan kemauan kelompok. Demikian pula antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.
Asimilasi dapat terbentuk apabila terdapat tiga persyaratan berikut:
o   Terdapat sejumlah kelompok yang memiliki kebudayaan berbeda.
o   Terjadi pergaulan antarindividu atau kelompok secara intensif dan dalam waktu yang relatif lama.
o   Kebudayaan masing-masing kelompok tersebut saling berubah dan menyesuaikan diri.
Dalam realitas masyarakat adat Kampung Pulo, dapat kita lihat beberapa produk dari proses asimilasi yang mungkin hanya bias dilihat oleh mereka yang faham dengan konsep pemahaman akan asimilasi ini.



















BAB IV
PENUTUP


5.1     Kesimpulan
Seperti yang disebutkan pada bab sebelumnya, kebudayaan merupakan sebuah kolektivitas dalam suatu kumpulan manusia (masyarakat) yang terbentuk akibat adanya kesamaan dalam tujuan hidup.
Kebudayaan manusia merupakan kebudayaan yang paling tinggi dalam hal produknya. Manusia mempunyai sesuatu yang tidak dimiliki oleh makhluk lain yang hidup di dunia ini, yakni akal.
Pada bab ini, penulis akan memberikan sebuah kesimulan mengenai hasil penelitian pada Kampung Adat Pulo khususnya dan Candi Cangkuang umumnya.
Adapun kesimpulannya adalah sebagai berikut:
a)             Kampung Adat Pulo didirikan secara tidak sengaja oleh Arif Muhammad, seorang panglima perang dari kerajaan Mataram Islam
b)             Berbagai fenomena yang terjadi pada kehidupan pendirinya (Arif Muhammad) telah melahirkan beberapa larangan-larangan (kebudayaan) yang harus dianut oleh penduduk sekitar. Apabila larangan-larangan itu dilanggar, maka aka nada bencana besar melanda mereka. Dan hal itu masih dipegang erat oleh penduduk adat Kampung Pulo.
c)             Dalam perjalanannya, Kampung Pulo telah mengalami perubahan social. Seperti mata pencaharian, yang dulu sebagai petani, sekarang menjadi pedagang. Dari gaya hidup, mereka telah dilanda oleh globalisasi. Menurut juru bicara Museum Cangkuang, Zaki Munawwar, “gaya pakaian mereka (penduduk cangkuang) sudah terdistorsi oleh style barat yang terlihat modern dan elegan,” katanya.
d)            Terlepas dari itu semua, menurut Zaki pula, masyarakat adat Kampung Pulo, khususnya kuncen, masih menjaga kebudayaan local mereka dengan sebaik-baiknya.
e)             Dlsb.

5.2     Saran
Dalam bagian ini, saya akan memberikan beberapa buah saran atau tips bagi pembaca semua, khususnya ketika akan mengunjungi komplek adat perkampungn Pulo dan Candi Cangkuang.
Pertama, jadilah tamu yang baik dengan tidak melupakan adat dan norma yang melekat pada masyarakat setempat, dalam hal ini masyarakat kampong pulo.
Kedua, jangan berani melanggar akan larangan-larangan yang sudah disepakati oleh masyarakat setempat. Karena, pernah ada kejadian yang aneh karena ada pengunjung yang melanggar dan berlaku tidak sopan di komplek adat kampong Pulo dan Candi Cangkuang. Kata Zaki Munawwar, “Pernah ada pengunjung yang tercebur kedalam situ Cangkuang ketika sedang duduk di tepi pulo. Pengakuannya, ia merasa ada yang mendorong dan akhirnya sampai terjatuh kedalam air situ Cangkuang”
Ketiga, selalu berdo’a ketika hendak melakukan kegiatan-kegiatan yang positif karena akan memberikan keberkahan sendiri bagi kita semua.

Akhir kata, semoga laporan penelitian ini akan bermanfaat bagi saya khususnya dan bagi pemaca sekalian umumnya. Amin.


 
DAFTAR PUSTAKA


Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi,Setangkai Bunga Sosiologi, Jakarta: Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1964
Koentjaraningrat¸Pengantar Antropologi, Jakarta: Penerbit Uninversitas, 1965
Brentano’s, Primitive Culture (Kebudayaan Primitif), New York, 1924
Budi Bambang Utomo.. Arsitektur Bangunan Suci Masa Hindu-Budha di Jawa Barat. Kementrian Kebudayaan dan pariwisata, Jakarta. ISBN 979-8041-35-6, 2004
Arsip Museum Cangkuang


Sumber dari Internet:








[1] Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi,Setangkai Bunga Sosiologi, (Jakarta: Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1964), hlm. 115
[2]               Dalam bukunya yang berjudul Primitive Culture (Kebudayaan Primitif), (New York; Brentano’s, 1924) halaman. 1
[3]               Koentjaraningrat¸Pengantar Antropologi, (Jakarta: Penerbit Uninversitas, 1965), halaman. 77-78
[4]               http://id.wordpress.com/tag/arif-muhammad/
[5]               Pak Tatang (Kuncen kp. Adat Pulo) menyatakan lebih lanjut bahwa tidak diketahuinya istri dan anak-anaknya adalah karena tidak tersedianya manuskrip atau catatan perjalana hidup dari Arif Muhammad. (dari hasil tanya jawab kami pada 23 Juni 2010 di beranda rumahnya, pukul 10.35 WIB)
[6]               Dari hasil tanya jawab kami, khususnya saya (Dian Kurnia) dengan Zaki Munawwar (juru bicara Museum Cangkuang) pada tanggal 23 Juni 2010, bertempat di Museum Cangkuang, yang menanyakan bahwa mengapa penduduk sekitar menjuluki Arif Muhammad dengan sebutan Mbah Dalem Arif Muhammad. Beliau menyatakan, “sebutan itu adalah untuk menghormatinya. Penghormatan tinggi telah diberikan oleh penduduk sekitar kepada Arif Muhammad, sehingga beliau dijuluki dengan sebutan Sembah Dalem Arif Muhammad”.
Bahkan pernah ada pengakuan dari pengunjung Candi Cangkuang. Dia pernah merasakan ketika masuk pada gapura Candi Cangkuang, seperti berada di sebuah komplek keraton. (Hal ini diinformasikan oleh Zaki Munawwar pada kesempatan tanya jawab kami dengan beliau)
[7]               Leles adalah sebutan untuk sebuah pohon yang warna daunnya putih, bersifat ringan, dan menyerupai pohon beringin tetapi ukurannya lebih kecil dari pohon beringin.
[8]               Bambang Budi Utomo. 2004. Arsitektur Bangunan Suci Masa Hindu-Budha di Jawa Barat. Kementrian Kebudayaan dan pariwisata, Jakarta. ISBN 979-8041-35-6
[9]               Lihat di: http://beauty-heritage.blogspot.com/2009/05/kampung-pulo-situ-cangkuang.html
[10]             Penulis : AMGD; Fotografer : AMGD & Silhouette; Sumber : navigasi.net; Lokasi : Des. Cangkuang, Kec. Leles, Kab. Garut, Jawa Barat
[11]             Sultan Agung Mataram atau Sultan Agung Anyokrokusumo atau Sultan Agung Hanyokrokusumo (Ha dan A keduanya ditulis menggunakan karakter yang sama dalam aksara Jawa) adalah Sultan Mataram antara tahun 1613-1645. Dia adalah pembangun Istana Karta, dan Makam Kerajaan Imogiri. Sultan Agung (harfiah, 'Sultan Agung' atau 'Majestic Sultan') telah menarik sebuah sastra besar karena warisan sebagai penguasa Jawa, seorang pejuang dari Belanda kolonialis (Dalam bentuk Belanda East India Company ), dan keberadaannya dalam kerangka budaya di mana mitos dan sihir adalah sebagai berkaitan dengan peristiwa sejarah dan tokoh diverifikasi. Agung bertanggung jawab untuk ekspansi besar dan warisan sejarah abadi Mataram karena penaklukan militer ekstensif pemerintahan yang panjang.
[12]             Lihat di: http://id.shvoong.com/
[13]             Ke-empatnya adalah para panglima perang dari kerajaan Mataram Kuno.
[14]             Menurut pemaparan dari juru bicara museum Cangkuang, Zaki Munawwar, wilayah tersebut dinamakan Cangkuang dikarenakan terdapat banyak pohon cangkuang. Pohon ini tumbuh subur mengelilingi wilayah yang sekarang dikenal dengan Desa Cangkuang.
[15]             Animisme, Dinamisme, dan Hindu adalah Agama nenek moyang bangsa Indonesia yang hilang secara bertahap berkat proses Islamisasi dengan asimilasi dan akulturasi kebudayaan. Proses ini secara dilakukan dengan memasuki kebudayaan lokal yang ada dan berbaur di dalamnya, sehingga target tidak merasa dan mengetahui bahwa mereka sedang di Islamkan oleh para penyebar Islam.
[16]             http://duniakatakata.wordpress.com/Arif Muhammad:
Kampung_Pulo_dan_Karya_ Tulisnya_Sebuah_Rihlah_Historis_ Mengungkap_Naskah_Kuno)/Kampung Pulo: Simbol Penuh Makna.hml
[17]             Lihat di: http://duniakatakata.wordpress.com/Arif Muhammad:
Kampung_Pulo_dan_Karya_ ulisnya_Sebuah_Rihlah_Historis_Mengungkap_Naskah_Kuno).html
[18]             Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas http://www.wikipedia.org/akulturasi.html
[19]             http://rinanditya.webs.com/AKULTURASI BUDAYA HINDU-BUDHA-ISLAM di INDONESIA.html
[20]             Lihat dI: http://id.wikipedia.org/wiki/Asimilasi.html

.: Related Blog :.