Senin, 21 Juni 2010

Kejahatan Perang Amerika


Amerika Serikat: Mengembalikan Makna Awal Terorisme
Z. Estaka Batubara
 Pada awal abad ke 18 Terorisme bermakna setiap usaha pemaksaan, penindasan dan penyebaran rasa takut yang dilakukan oleh pihak pemerintah untuk memperoleh ketaatan rakyat. Kemudian makna terorisme bergeser menjadi bentuk kekerasan yang dilakukan oleh rakyat/kelompok terhadap negara[1]. Dengan mudah kita bisa menebak siapa yang menggeser definisi ini, tentu dari fihak negara,  yang berkepentingan untuk mengembalikan ketaatan rakyat. FBI Amerika merumuskan terrorisme sebagai berikut:“Terrorism is the unlawful use of force or violence against persons or property to intimidate or coerce a government, the civilian population, or any segment thereof, in furtherance of political or social objectives.” Terrorisme adalah penggunaan kekuatan secara melawan hukum atau kekejaman terhadap individu atau pengrusakan harta benda untuk mengancam atau memaksa pemerintah, masyarakat atau bagian dari padanya demi tujuan-tujuan politik atau sosial tertentu.
Dengan definisi ini memberi jalan bagi Amerika untuk menekan perlawanan rakyat terhadap kekuasaan negara manapun, sekiranya dalam negara tersebut ada kepentingan Amerika yang harus dilindungi. Dengan dalih memerangi terorisme Amerika telah melanggar kedaulatan negara lain. Ambisi Amerika untuk mempengaruhi negara lain (hegemoni) telah berubah dalam wujud terror terhadap rakyat negara setempat.
Sejarah mencatat, Dalam seratus tahun saja (sejak 1890 sampai 1999) AS telah melakukan intervensi terhadap 132 Negara di berbagai belahan Bumi[2]. Baik dalam arti agresi langsung, maupun intervensi tidak langsung. Belum ditambah dengan catatan kejahatan AS atas penduduk Afghanistan, yang dibombardir habis-habisan. Padahal penduduk tak berdosa itu boleh jadi tidak tahu kalau di negerinya ada sosok Osama bin Laden.
Sekedar contoh, Columbia berkali-kali mendapat giliran intervensi AS. Tahun 1873, 1885, 1891, 1892,1893 , 1898, 1899, 1901, dan 1902. Alasannya, menghabisi sindikat (kartel) obat bius. Hal yang sama dilakukan tahun 1993.
            Tahun 1888, pasukan AS menyerbu Haiti, dan 1891 menerjang Chili. Kuba pertama kali terkena intervensi AS tahun 1898. Untuk itu, AS harus bertarung melawan pasukan Spanyol yang semula menguasai jalur perairan Kuba, karena AS membutuhkan pangkalan AL untuk mengawasi seluruh Amerika Selatan.
Selama perang saudara di Kuba, tahun 1906, AS ikut aktif sebagai anggota pasukan perdamaian. Ketika pemerintah Kuba beralih ke tangan kaum komunis radikal di bawah Fidel Castro, AS tak berdaya. Tahun 1961 terpaksa menggelar kekuatan besar, menyerbu Teluk Babi, yang dijadikan pangkalan rudal Uni Sovyet. Presiden Kennedy memerintahkan pengepungan laut dan udara Kuba, sebelum Uni Sovyet menyingkirkan instalasi rudal nuklirnya dari wilayah itu. Tahun 1907 pasukan AS menyerbu Honduras, dan menduduki enam kota penting di negara Amerika Latin itu.
            Soal utang luar negeri, dapat menjadi alasan bagi AS menyerbu suatu negara. Seperti tahun 1914, Haiti menunggak membayar utang beberapa tahun. Armada AL AS dikerahkan menyerbu Port-au-Prince, ibukota negara kecil di Lautan Atlantik itu. Membongkar Bank Central dan mengangkut semua cadangan devisa yang tersimpan didalamnya. Setahun kemudian, AS resmi menduduki Haiti hingga tahun 1934.
            Para petani Meksiko di bawah pimpinan Pancho Villa melanggar batas teritorial AS, tahun 1916. Mereka ingin merebut kembali Texas. Presiden Woodrow Wilson segera memerintahkan Jenderal William Pershing melakukan pengejaran dan pembalasan. Seluruh Meksiko porak-poranda. Persis seperti sekarang, Presiden George W Bush mengejar Osama bin Laden dengan meluluhlantakkan Afghanistan.
            Tahun 1932, pasukan AS memasuki El Salvador, dengan alasan menolong kapal-kapal Canada yang disandera gerilyawan Marxist di dekat kota San Salvador. Sejak itu, AS terus-menerus terlibat dalam pergolakan mendukung dan menentang rezim-rezim El Salvador. Kekejaman perang saudara El Salvador antara pihak yang pro AS dan pihak militan Marxist, tergambar jelas dalam film "Last Plane Out" (1987).
            Tahun 1932 AS terlibat penggulingan pemerintah Guatemala. Tahun 1967 CIA berada di balik penggulingan Presiden Che Guavara di Bolivia dengan membantu pasukan pemberontak Simon Bolivar.
Campur tangan militer AS di Amerika Tengah dan Kepulauan Lautan Atlantik, tak pernah berhenti. Tahun 1973 membukakan jalan bagi Jendral Pinochet berkuasa di Chili. Mendirikan pemerintahan diktator militer hingga tahun 1990-an. Tahun 1983 AS menyerbu Grenada. Negara kecil berpenduduk 95.000 itu tak berdaya melakukan perlawanan.
Di Asia, keterlibatan AS dimulai pada waktu pecah Perang Korea (1950-1952). AS berperan besar memecah belah Korea menjadi Utara dan Selatan hingga kini. Kemudian AS terjun ke medan perang Vietnam (1950-1975). Membantu Vietnam Selatan melawan gerilya komunis Vietcong yang didukung Vietnam Utara. Campur tangan AS di kawasan itu, menyeret negara-negara terdekat ke dalam konflik ideologi. Kamboja (Kampuchea), dan Laos merupakan korban langsung. Tahun 1975, AS terbirit-birit meninggalkan Vietnam dan menyisakan pertarungan internal di Kamboja. Kekalahan AS di Asia Tenggara menyisakan trauma berkepanjangan. Kekalahan akibat kesalahan yang sama tampaknya akan terulang lagi di Afghanistan.
Di Timur Tengah, keterlibatan AS sangat jelas. Dukungannya yang tanpa rasa malu kepada Israel, membuat kawasan itu tak pernah reda. Perlawanan para militan Arab sungguh luar biasa. Membuat AS kedodoran, dan mendiskreditkan semua militan Arab sebagai teroris. Selama berkutat di Timur Tengah, AS telah menelan kerugian sangat besar, baik moral maupun material. Lebih besar daripada kerugian di Vietnam. Selama Israel membutuhkan perlindungan, AS tak mampu beringsut. Padahal korban jiwa dan harta di pihak AS sudah tak terhitung lagi.
Apakah bercak sejarah masa lampau yang penuh darah -- sejak pembantaian bangsa Indian, pengusiran bangsa Latin ke selatan, hingga agresi dan intervensi ke negara-negara lain -- akan tetap penuh darah hingga ke masa kini dan masa depan ? AS mungkin sudah terjerat kutukan sejarah itu sendiri. Dan dari sana muncul isyarat-isyarat akan kehancuran yang sedang berangsur-angsur mendekati kenyataan[3].
Undang-undang tentang kejahatan perang sudah dibuat sejak 1950 (The  Charter of the Nuremberg Tribunal) disebutkan bahwa kejahatan atas perdamaian adalah meliputi peperangan yang dilangsungkan dengan cara melawan perjanjian-perjanjian internasional, termasuk kejahatan perang pula: menyiksa para tawanan, membunuh sandera, perampokan atas sarana/pra sarana milik milik umum atau perampokan atas hak milik pribadi, penghancuran atas kota-kota, pemukiman (desa) secara tidak bertanggung jawab. Juga termasuk kejahatan atas kemanusian: pembunuhan, pemusnahan, deportasi, atau bahkan dakwaan atas dasar ras, kewarganegaraan atau agama. Amerika telah melakukan semua kejahatan di atas, contoh terbaru adalah penduduk Afghanistan, yang tidak pernah tahu; mengapa mereka sampai diperlakukan demikian sewenang-wenang.
Semenjak Konvensi Jenewa, banyak sekali perjanjian internasional penting yang telah dirancang, tetapi Amerika telah menolak hampir semua draft tersebut. Diantara rancangan perjanjian yang melindungi hak asasi manusia, namun ditolak Amerika untuk ditandatangani diantaranya: the International Convention on Civil and Political Rights (Konnvensi Internasional atas hak-hak politik Rakyat 1966); the Convention on Economic, Social and Cultural Rights (Konvensi atas hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, 1966); the Convention on the Elimination of all forms of Racial Discrimination (Konvensi atas penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial, 1966), and the American Convention on Human Rights (Konvensi Amerika atas Hak Asasi Manusia, 1965) [4]. Amerika Serikat telah menunjukkan keengganannya untuk menandatangani beberapa perjanjian yang berhubungan dengan hukum-hukum perang. Amerika menolak untuk menandatangani: The Declaration on the Prohibition of the Use of Thermo-Nuclear Weapons (Deklarasi pencegahan pemakaian senjata thermo-nuklir, 1961); The Resolution on the Non-Use of Force in International Relations and Permanent Ban on the Use of Nuclear Weapons (Resolusi tentang menghindari penggunaan kekerasan dalam hubungan Internasional dan Pelarangan selama lamanya atas penggunaan Senjata Nuklir, 1972); The Resolution on the Definition of Aggression (Resolusi tentang pengertian Agresi, 1974); Protocols Additional to the 1949 Geneva Convention (Pasan tambahan atas Konvensi Jenewa tahun 1949, 1977); juga The Declaration on the Prohibition of Chemical Weapons (Deklarasi tentang Larangan Penggunaan Senjata Kimia, 1989). Hal yang juga cukup mengganggu adalah keengganan Amerika Serikat untuk menandatangani Convention on Rights of the Child, Konvensi Hak-Hak Anak, yang diperkenalkan pada Sidang Umum PBB pada tanggal 20 November 1989, dan waktu itu diratifikasi 191 negara.
Lantas apa yang dikehendaki Amerika dengan sikap-sikap politiknya yang membingungkan di atas, mengapa perjanjian-perjanjian itu enggan ditandatanganinya, lantas hukum apa yang bisa digunakan untuk menekan Amerika bila ia melakukan kejahatan atas kemanusiaan? Deklarasi PBB? Terlalu lemah untuk menekan Amerika yang memiliki hak Veto, bahkan kantor pusat PBB pun bermarkas di Amerika.
Ini mengingatkan kita pada situasi yang lain, 1000 tahun peradaban Islam, dimana gereja tetap berdiri, hak hak penduduk asli dilindungi. Satu fenomena yang menarik ketika Rosulullah berhasil mengajak penduduk Yatsrib untuk menandatangani Shahifat Madinah, satu piagam perjanjian yang memberikan hak penuh pada Nabi Muhammad saw untuk menjalankan keadilan atas seluruh penduduk Yatsrib. Waktu itu jumlah muslimin tidak lebih 10% dibandingkan dengan penduduk Madinah yang berjumlah sekitar 7000 orang[5]. Sejarah tidak pernah mencatat pemberontakan 90% penduduk Madinah atas kepemimpinan Islam, pernah terjadi pengusiran atas kaum Yahudi Bani Nadhir, namun tindakan pemerintah tersebut tidak mendapatkan protes penduduk. Sebab memang Bani Nadhir pantas mendapat hukuman demikian, atas kejahatannya bekerjasama dengan musuh negara.
Jumlah ummat Islam sampai abad ke dua hijrah, hanyalah 8 persen dibandingkan jumlah penduduk di seluruh wilayah kekuasaan Islam[6], padahal wilayah kekuasaan Islam sudah sedemikian besar (lihat Peta). Minoritas yang berkuasa ini didukung mayoritas non muslim yang dengan sukarela mengakui kedaulatan Negara Islam tersebut. Sungguh mengagumkan, dengan berkah ajaran Islam, ummat yang minoritas, bisa demikian menentukan dan diterima kehadirannya.
Kalau diambil ibarat, kualitas muslimin di abad ke sembilan, kemampuan manajerial dan kapasitas berfikirnya seperti kaum Yahudi di abad 21. Jaman sekarang kaum Yahudi hanya sekitar 0.5% dari jumlah penduduk dunia, tapi sangat menentukan. Bahkan Amerika sekalipun, seluruh kebijakannya terletak dibawah bayang-bayang kepentingan Bangsa Yahudi. Di abad sembilan jumlah muslimin minoritas, namun penemu di berbagai cabang ilmu pengetahuan didominasi ummat Islam.
Pada abad ke 21 ini, jumlah muslimin mencapai 20% penghuni bumi, jumlah ini bukan berarti muslimin besar, tapi ‘bengkak’, dengan segala rasa sakit yang dideritanya. Hari ini jumlah muslimin di Indonesia mencapai 75% total penduduk, sebenarnya lebih dari cukup untuk menjadi tiang penegak Peradaban Islam di Nusantara, sayangnya prosentase sebesar itu malah menjadi elemen dari peradaban lain yang tidak menjadikan Al Quran dan hadits shohih sebagai dasar peradabannya. Sampai kapan muslimin akan tetap menjadi bagian dari peradaban lain, saya serahkan pada pembaca untuk menjawabnya.


Wilayah Kekuasaan Islam Pada Abad kedua Hijriah, Populasi Muslimin Hanya Sekitar 8 % dari Jumlah Seluruh Penduduk Negara Islam di atas.



[1]       Lebih jelas lihat karya Noam Chomsky, yang membahas perkeliruan Amerika dalam istilah istilah politik yang digunakannya. AS sengaja memilih istilah untuk membenarkan tindakannya dan menghaluskan kekasaran yang dilakukan dengan operasi yang menggunakan istilah tersebut.
[2]       Mengenai kronologis satu abad intervensi Amerika Serikat lihat: http://free.freespeech.org/american-stateterrorism/AmericanStateTerrorism.html
[3]       Keseluruhan contoh kasus di atas dikutip dari:Pikiran Rakyat, H. Usep Romli HM, “Nafsu Berperang Amerika Serikat : Pintu Keruntuhan” terbit tanggal 11 Oktober 2001
[4]       Kejahatan Perang Amerika Serikat, Lenora Foerstel and Brian Willson, Centre for Research on Globalisation (CRG), http://globalresearch.ca/articles/FOE201A.html launched on  26  January 2002.
[5]       Abul A’La Maududi, Islam Today, IIFSO, Riyadh, Saudi Arabia, 1994, hal 12
[6]       Islamika, Jurnal Dialog Pemikiran Islam, No. 5, Juli – September 1994, Mizan Bandung hal 7

Wallahu a'lam
Dari Berbagai Sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar

.: Related Blog :.