Pemikiran Sayyid Ahmad Khan mempunyai kesamaan dengan Muhammad Abduh di mesir , setelah Abduh berpisah dengan Jamaluddin Al- Afghani dan setelah sekembalinya dari pengasingan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa ide yang dikemukakannya, terutama akal yang mendapat penghargaan tinggi dalam pandangannya. Meskipun dia sebagai penganut ajaran Islam yang taat dan mempercayai adanya kebenaran dari Tuhan adalah wahyu, tetapi di berpendapat bahwa akal bukan segalanya bagi manusia dan kekuatan akal hanyalah terbatas yang sifatnya relatif.
Dan menurut Ahmad Khan bahwasannya keyakinan, kekuatan dan kebebasan akal yang menjadikan manusia menjadi bebas untuk menentukan kehendak dan melakukan perbuatab sesuai yang dia inginkan. Jadi pemikirannya itu mempunyai kesamaan dengan pemikiran Qodariyah, Contohnya manusia telah di anugrai oleh Allah berbagai macam daya, di antaranya adalah daya fakir yang berupa akal, dan daya fikir untuk merealisasikan kehendak yang di inginkannya. Dan barang siapa yang percaya terhadap hukum alam dan kuatnya mempertahankan konsep hukum alam ia di anggap sebagai orang yang kafir.
Umat Islam yang berdomisili di India mengalami kemerosotan dan kemunduran sebagai mana yangdi kemukakan oleh Ahmad Kahn yaitu di karenakan mereka tidak mengikuti perkembangan zaman yang sedang berlangsung mereka cenderung mengikuti pendahulu mereka, tetapi bahwasanya ia menentang keras dengan faham Taklid, sebagaimana yang dianut dalam faham Qodariyah. Dan juga sebab kemunduran Islam di India dikarenakan mereka terlena dengan gaung peradapan Islam klasik sehingga mereka tidak menyadari bahwa peradapan baru telah tumbuh dan bermunculan di Barat. Timbulnya peradapan serta kemajuan ini di dasari oleh Ilmu pengetahuan dan teknologi pada orang-orang Barat tersebut.
Khan mengemukakan bahwa Tuhan telah menentukan tabiat dan Nature ( sunnatullah )bagi setiap mahkluk-Nya yangtetap dan tidak berubah. Menurutnya Islam adalah agama yang paling sesuai dengan hukum alam dan Al-quran adalah
firman-Nya. Maka sudah barang tentu sejalan dan tidak ada pertentangan. Dia tidak mau dalam suatu pemikirannya terganggu dan terbatasi oleh orentasi Hadist dan Fiqih, di karenakan segala sesuatu diukur dengan kritik rasional, serta menolak segala yang bertentangan dengan logika dan hukum alam. Ia hanya mau mengambil Al-qur’an sebagai landasan dan pedoman Islam, sedang yang lainnya hanyalah membantu dan kurang begitu penting. Contohnya, atas penolakan Hadist dikarenakan berisi moralitas Masyarakat Islam pada abad pertama ataupun pada abad ke dua sewaktu Hadist dikumpulkan dan dikodifikasikan. Sedangkan hukum Fiqih menurutnya berisi tentang moralitas masyarakat sampai saat timbulnya mazhab – mazhab dan menolak taqlid. Sebagai konskuensi dari penolakan taqlid tersebut Khan memandang perlu sekali untuk di adakannya ijtihad – ijtihat baru untuk menyesuaikan pelaksanaan ajaran – ajaran Islam dengansituasi dan kondisi masyarakat yang senantiasa mengalami perubahan.
Wallahu'alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar